mouse

Multicursor - Busy

Selasa, 02 Mei 2023

KONEKSI ANTAR MATERI 3.1

 


  • Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Patrap triloka terdiri atas tiga semboyan yang sampai saat ini menjadi panutan di dunia pendidikan Indonesia: Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. semboyan tersebut diterjemahkan menjadi “di depan memberi teladan”, “di tengah membangun motivasi”, dan “di belakang memberikan dukungan”.

Dengan filosofi tersebut sangat memberikan pengaruh kepada pengambilan keputusan seorang pemimpin. Dimana Ing ngarso sung tulodo seorang pemimpin harus memberikan contoh dengan berperilaku yang baik atau mengandung kebaikan universal, agar saat menentukan kebijakan dapat diterima semua kalangan. Sedangkan ing madya mangun karsa pemimpin ditengah wajib memberikan motivasi dengan memberikan opsi-opsi yang menarik dalam penanganan kasus sekaligus solutif agar lebih kreatif dalam mengenali nilai-nilai yang bertentangan. Sedangkan di belakang memberikan dukungan, maka pemimpin setelah mengambil kebijakan dapat memberikan sarana prasarana yang mendukung, bahkan solusi yang mudah dijalankan oleh semua pihak dan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif.

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Seorang guru tentu harus memiliki kompetensi kepribadian yang baik. dalam nilai tersebut terdapat nilai kebajikan universal atau nilai yang diakui oleh semua golongan tanpa terkecuali. nilai tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seorang guru, agar dapat menjadi teladan yang baik bagi peserta didik. nilai baik tersebut diantaranya adalah sikap kolaboratif, dimana sikap ini sangat diperlukan pada saat pengambilan keputusan  tidak boleh memihak sebelah. pengambilan keputusan, juga harus dikomunikasikan, dan dikoordinasikan sehingga membutuhkan sikap kolaboratif yang baik dari seorang guru itu sendiri.

Nilai lain yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah inovatif dan kreatif, dimana nilai ini sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan, agar mudah menelaah nilai-nilai yang bertentangan antara yang benar satu dengan yang benar lainnya, atau bahkan sekedar bujukan moral. dengan menjadi guru yang inovatif akan dapat memunculkan ide-ide baru dalam pemecahan berbagai masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan dan kegiatan pembelajaran di sekolah yang lebih berpusat kepada peserta didik.

Nilai selanjutnya adalah berkaitan dengan kemandirian, seorang guru yang mandiri akan memiliki inisiatif sendiri, dan mendorong pribadinya memiliki prakarsa perubahan.  Sehingga dalam pengambilan keputusan akan lebih menitik beratkan kepada kemaslahatan, dan kebaikan maupun keterimaan semua pihak. sikap reflektif juga Seharusnya dimiliki dalam setiap pengambilan keputusan, karena sikap ini menjadi bagian dalam memperbaiki setiap pengambilan keputusan. dan pengalaman yang telah lalu akan menjadi guru terbaik untuk pengalaman berikutnya.

Kesadaran sosial emosional juga tidak kalah penting dalam membangun relasi di sekolah dan mewujudkan pembelajaran berpusat kepada peserta didik. karena dengan kesadaran ini seorang guru akan memiliki kecerdasan intrapersonal dan kepekaan dalam memandang suatu masalah. sehingga dalam setiap pengambilan keputusan dia tidak hanya melihat dari cara pandangnya sendiri tetapi juga dari cara pandang orang lain.

Bagian nilai yang baik dari dalam diri saya,  yaitu ketajaman berpikir,  dan ketegasan dalam pengambilan keputusan. karena hal tersebut sangat mempengaruhi diri saya dalam mengambil sebuah tindakan apakah menggunakan prinsip kepedulian, atau hasil akhir, dan bahkan berbasis peraturan.

  • Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Coaching adalah keterampilan yang sangat penting untuk menggali masalah yang sebenarnya terjadi, baik masalah kita sendiri maupun orang lain. Melalui langkah-langkah pembinaan TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah yang sebenarnya terjadi dan terlibat dalam pemecahan masalah secara sistematis.  Filosofi pembinaan TIRTA dipadukan dengan filosofi sembilan langkah membuat dan menguji keputusan, sebagai evaluasi atas keputusan yang kita buat, sangat ideal.

Maka dengan kegiatan  dapat membantu saya dalam memandu pengambilan keputusan dan bahkan menguji keputusan yang akan diambil dalam situasi Dilema etika maupun bujukan moral yang sangat membingungkan. dengan sikap kemitraan pikiran, terbuka, mendengarkan penuh, akan dapat membantu saya dalam menentukan siapa yang terlibat dalam sebuah situasi, mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan mengumpulkan fakta-fakta yang relevan, melakukan uji benar salah sehingga saya akan dapat menentukan paradigma mana yang terjadi dalam situasi yang sedang dihadapi selanjutnya akan memudahkan saya dalam mengambil sebuah keputusan yang lebih akurat dan bisa diterima oleh semua pihak.

Bimbingan yang diberikan oleh pengajar praktik dan fasilitator membantu saya berlatih mengevaluasi keputusan yang saya buat. Apakah keputusan ini menguntungkan murid, apakah sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal, dan dapatkah saya bertanggung jawab atas keputusan saya?

Bimbingan yang diberikan mengajar praktik maupun fasilitator sungguh sangat membantu saya dalam melatih menentukan keputusan yang terbaik melalui langkah-langkah yang lebih bijak, dan lebih Arif untuk dapat diambil.  meskipun terkadang terdapat dalam situasi yang Dilema etika.  karena dengan langkah-langkah tersebut, kita yang terjebak di dalam situasi yang seolah-olah terlalu mendewakan aspek moral, sehingga mempermasalahkan kesalahan-kesalahan kecil, dan kurang melihat peluang maupun potensi yang lebih besar yang sesungguhnya justru ada di hadapan kita.  sehingga kita tidak bisa mengenali masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi. dengan berlatih mengevaluasi keputusan yang saya buat, sering melakukan refleksi maka akan membuat ketajaman berpikir, dan lebih banyak berpikir tentang hakikat pengambilan keputusan sesungguhnya adalah untuk kepentingan terbaik murid.

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kesadaran emosional seorang guru, akan membuatnya berpikir yang lebih baik, atau dengan kata lain memiliki kesadaran tinggi, dan manajemen diri yang baik. dengan manajemen diri yang baik,  seorang guru dapat lebih tenang dalam menganalisis permasalahan yang sedang dihadapi. ketenangan tersebut memudahkan seorang guru, lebih akurat dalam menentukan pengambilan keputusan. sedangkan kesadaran sosial, guru akan memiliki kecerdasan intrapersonal yang baik dalam hubungannya dengan pihak-pihak yang terlibat. Sehingga dalam pengambilan keputusan ia mudah melakukan komunikasi dan koordinasi,  sehingga memperbanyak alternatif pemecahan masalah, dan memperbanyak tindakan kreatif, dan tentunya lebih mengedepankan musyawarah, dan dengan pemikiran yang lebih terbuka

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Dalam pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika, Yang pertama kali dilakukan adalah Bagaimana mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.  nilai-nilai tersebut dapat kita identifikasi karena kita sendiri telah memiliki nilai-nilai pribadi yang telah dianut sebelumnya.  yang selanjutnya dari dalam pikiran dan hati kita akan memastikan bahwa masalah yang sedang kita hadapi betul betul berhubungan dengan aspek nilai yang telah dimiliki sebelumnya.  selanjutnya akan kita sinkronkan, atau kita hubungkan dengan situasi yang relevan. Meskipun terkadang perasaan kita, dan intuisi mempertanyakan Apakah hal tersebut sejalan atau berlawanan dengan nilai yang telah kita yakini, sehingga meskipun seseorang, telah dapat mengidentifikasi suatu kasus tertentu, Namun sesungguhnya ia masih memerlukan berbagai uji yang melibatkan dua nilai yang sama-sama benar.

Disadari atau tidak, seorang pendidik akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya ketika dihadapkan pada kasus yang menitikberatkan pada masalah moral dan etika. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi mempengaruhi keputusannya. Jika nilai-nilai yang dipegangnya adalah nilai-nilai positif maka keputusan yang diambilnya akan tepat dan benar dan dapat dijelaskan begitu pula sebaliknya jika nilai-nilai yang dipegangnya tidak sejalan dengan prinsip moral, agama dan norma maka keputusan tersebut dia membuat Keputusan lebih cenderung benar secara pribadi daripada menurut harapan mayoritas. Kita tahu bahwa nilai-nilai yang diusung oleh guru penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada murid. Nilai-nilai ini akan mendorong guru untuk membuat keputusan yang tepat tentang masalah moral atau etika, mengoreksi dan meminimalkan kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak terutama murid.

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat menurut saya adalah karena dia telah lolos berbagai uji benar atau salah, seperti uji legal standar profesional, uji intuisi uji publikasi, dan uji panutan atau idola. selanjutnya pengambilan keputusan yang tepat tersebut telah teridentifikasi pengujian paradigma dan relevan dengan berbagai situasi yang ada, serta kecil resiko dalam membahayakan atau merugikan pihak yang sedang menghadapi situasi atau masalah tersebut. sekaligus memiliki hasil akhir yang shahih, tidak bertentangan dengan aturan dan masih mementingkan kepedulian, dan hak orang yang menghadapi kesulitan.  sehingga pertimbangan tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang lebih positif, kondusif aman, dan nyaman. meskipun sesungguhnya tidak ada keputusan yang benar-benar akurat,  karena terkadang sudah sesuai aturan tapi sulit untuk dijalankan, terkadang hasil akhirnya bagus, tetapi ada pihak yang sedikit dirugikan, atau bahkan memberikan kepedulian yang lebih tetapi kurang bersikap adil.  sehingga keputusan yang tepat tersebut,  sesungguhnya Keputusan yang telah disepakati bersama,  dengan berpegang teguh kepada nilai-nilai kebajikan universal.

  • Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan di lingkungan saya untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus Dilema etika,  diantaranya adalah sikap kepedulian yang tinggi terhadap sesama,  sehingga jika peraturan tegas diterapkan maka seolah terlalu mengedepankan ego dan kurang memiliki kepedulian atau kesetiaan terhadap sesama. Sehingga kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan,  jika seseorang melaksanakan peraturan dengan tegas, maka lingkungan tidak akan mudah menerima, sehingga memunculkan paradigma baru, bahwa toleransi dan kepedulian lebih tinggi daripada mentaati peraturan yang lebih tegas.

  • Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Merdeka belajar adalah tujuan akhir dari belajar kita. Merdeka belajar berarti peserta didik bebas mewujudkan kodratnya (mengembangkan potensinya), dengan tetap menyesuaikan diri dengan kodrat zamannya, tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Murid juga dapat mencapai kebahagiaan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga keputusan tetap dibuat dengan mengacu pada kebahagiaan dan potensi yang dimiliki murid yaitu strategi pembelajaran berdiferensiasi dan KSE.

  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Seorang pemimpin pembelajaran, harus memiliki perspektif atau nilai dalam dirinya yaitu sikap inovatif, kolaboratif, agar ia lebih cenderung dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik. dengan begitu akan sangat mempengaruhi kegiatan pembelajaran di kelas. karena di sekolah Sesibuk apapun seorang guru dengan tanggungan administrasi yang wajib diselesaikan, namun Ia tetap dapat mengatur waktunya untuk membimbing murid sebagai amanah dari pekerjaannya.  Selain itu, ia senantiasa senang memperbaiki Setiap kegiatan pembelajarannya, dan lebih memahami gaya belajar siswa, kesiapan belajar siswa, bahkan minat dan bakat siswa, agar semakin memiliki inisiatif dengan memanfaatkan kearifan lokal yang ada, dan berbagai sumber belajar di sekitar lingkungan di mana peserta didik,  dapat mudah mengakses, dengan cara mereka sendiri, dan lebih memaksimalkan potensi yang dimiliki.

Seorang guru adalah pemimpin dalam pembelajaran dan juga diibaratkan sebagai pembimbing. Pembimbing diibaratkan sebagai petani yang menabur benih. Benih ini dapat tumbuh subur jika dirawat dengan baik. Seperti murid, guru memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan potensi siswa, seperti petani menabur benih untuk mendapatkan hasil yang baik, sehingga setiap keputusan guru tetap mempengaruhi masa depan murid.

  • Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

       Kesimpulan yang didapat dari pembelajaran modul ini yang dikaitkan dengan modul-    modul sebelumnya adalah :

  • Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi atau skill yang harus dimiiki oleh guru dan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran.

  • Pengambilan keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being). Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfulness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar Pancasila.

  • Dalam perjalanannya menuju profil pelajar Pancasila, ada banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.

  • Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Konsep dilema etika dan bujukan moral merupakan konsep pragmatis yang penerapannya pada pengambilan keputusan terkait dengan kepemimpinan berbasis kebajikan. Dalam penerapannya, membedakan kedua hal ini membutuhkan kehati-hatian, kejelasan, dan ketelitian.

Identifikasi mendalam ditujukan pada 4 paradigma masalah, 3 prinsip pemecahan masalah dan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan. Hal yang tidak sadar ternyata hal-hal tersebut sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, namun belum optimal dan sistematis sehingga terkadang masih terdapat konflik dalam pelaksanaannya.

  • Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul ini sayap juga pernah menerapkan sebuah pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema.  dalam pengambilan keputusan yang telah saya buat saya lebih banyak mengambil keputusan berbasis kepedulian karena paradigma yang terbentuk di sekolah saya selama ini adalah kecenderungannya lebih memperhatikan dan memperdulikan orang lain dengan menjunjung tinggi saling menghormati antar sesama. meskipun terkadang sesuai dengan aturan sesungguhnya tidak adil, dan kurang sesuai dengan aturan. sehingga Setelah mempelajari modul ini saya akan dapat mengambil sebuah keputusan yang lebih menguntungkan kepada semua pihak dengan mempertimbangkan banyak faktor, melakukan diskusi yang lebih memberdayakan, dan membuka peluang, sebagai tindakan kolaboratif, reflektif, agar paradigma yang tercipta di sekolah saya akan berubah. karena sesungguhnya hakikat dalam penyelesaian sebuah masalah, lebih cenderung kepada mengutamakan keberpihakan terhadap murid. 

  • Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Materi ini sungguh sangat luar biasa, saya senang mendapatkan materi ini, agar kedepan saya dapat menjadi pemimpin pembelajaran yang dapat menentukan keputusan yang lebih berpusat kepada peserta didik. Dengan mempelajari modul 3.1 ini, sebagai seorang guru dan pemimpin pembelajaran, saya merasa lebih berdaya untuk membuat keputusan berdasarkan dilema moral atau bujukan moral. Dengan demikian keputusan yang diambil dapat dijelaskan dan tidak salah langkah serta tidak merugikan orang lain. Selain itu, saya harus memiliki keterampilan mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai yang baik dan mampu melakukan tahapan pengambilan keputusan yang tepat serta melibatkan mereka yang berkuasa atau pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut.

  • Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Jika ada pertanyaan seberapa penting itu, saya akan mengatakan sangat penting. Ini karena modul 3.1 sangat membantu saya mengambil keputusan dalam situasi dilema etika. Dalam materi ini saya diharapkan dapat belajar dalam menganalisis sebuah situasi dilema etika atau bujukan moral yang saya hadapi. Sebagai seorang guru atau pemimpin pembelajaran di sekolah, saya sekarang dapat membuat keputusan yang baik dan efektif serta menghindari keputusan yang ceroboh atau berbahaya bagi banyak orang. Sebelum saya mendapatkan pengetahuan tentang pengambilan keputusan, saya merasa banyak hal dan keputusan yang saya buat tidak didasarkan pada cara berpikir yang jelas dan terstruktur. Tetapi sekarang saya memiliki lebih banyak bantuan dalam membuat keputusan yang tepat. Sekarang saya lebih percaya diri untuk menggunakan 9 langkah pengambilan keputusan untuk memutuskan semua dilema etika dan kasus bujukan moral. Saya merasa lebih percaya diri membuat keputusan yang tepat. Saya akan segera menerapkan keterampilan pengambilan keputusan berdasarkan modul 3.1 dengan membutuhkan lebih banyak latihan dan pembelajaran.

Senin, 06 Maret 2017

Materi Kurikulum PAI




BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Kurikulum mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan, bahkan bisa dikatakan bahwa kurikulum memegang kedudukan dan kunci dalam pendidikan, hal ini berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional.[1]
Semua pihak berkepentingan dengan kurikulum, mulai dari peserta didik, pendidik, orang tua, akademisi hingga warga masyarakat. Semua pihak tersebut harus selalu bersinergi dalam rangka mendidik, membimbing dan mencerdaskan kehidupan generasi bangsa yang lebih baik, maju dan berkompetensi. Maka kurikulum memiliki peranan yang cukup besar dalam mewujudkan harapan tersebut.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan peserta didik nantinya, maka pengembangan kurikulum tidak bisa dikerjakan sembarangan. Di samping itu, program pendidikan harus dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan diorentasikan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan akan terjadi. Oleh karena itu, kurikulum sekarang harus dirancang oleh guru bersama-sama masyarakat pemakai. [2]
Murrary Print mengatakan bahwa pengembangan kurikulum adalah “Curriculum development is defined as the process of planning, constructing, implementing and evaluating learning opportunities intended to produce desired changes in leaner’s”. Maksudnya bahwa pengembangan kurikulum adalah, sebagai proses perencanaan, membangun, menerapkan, dan mengevaluasi peluang pembelajarn diharapkan menghasilkan perubahan dalam belajar.[3]
Proses pengembangan kurikulum menurut Zais harus dimulai dengan asumsi-asumsi filosofis sebagi sistem nilai (Value System) atau pandangan hidup suatu bangsa. Berdasarkan asas filosofis itulah selanjutnya ditentukan tentang hakikat pengetahuan, sosiokultural, hakikat anak didik, dan teori-teori belajar. Inilah yang menjadi dasar dalam pengembangan kurikulum, dengan kata lain landasan pengembangan kurikulum itu meliputi asas filosofis, asas psikologis, dan asas sosial budaya termasuk di dalamnya asas teknologis. Manakala telah ditentukan landasan-landasan sebagai fondasi kurikulum, maka ditentukan komponen-komponen kurikulum yang menyangkut baik tujuan umum maupun tujuan khusus, isi atau materi pelajaran kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.[4]
Pada dasarnya proses pengembangan kurikulum adalah proses penyusunan keempat komponen tersebut yang dilandasi asas-asas pengembangannya sebagai pondasi. Pengembangan komponen-komponen inilah yang kemudian membentuk sistem kurikulum.
Adapun proses pengembangan kurikulum merupakan suatu kegiatan menghasilkan kurikulum baru melalui langkah-langkah penyusunan, pelaksanaan dan penyempurnaan kurikulum atas dasar penilaian yang dilakukan selama kegiatan pelaksanaan kurikulum, dan hal tersebut bisa dikatakan bahwa terjadinya perubahan-perubahan kurikulum mempunyai tujuan untuk perbaikan. Suatu kurikulum tidak dapat terbentuk atau tidak dapat dikembangkan tanpa adanya tujuan khusus sebagai hasil yang diharapkan. Karena itu, sebagai orang yang kelak akan berperan dalam implementasi kurikulum, sangat penting bagi para calon pendidik untuk memahami dan menguasai tata cara pengembangan isi kurikulum.[5]
Berdasarkan teori tersebut, pengembangan kurikulum merupakan suatu cara untuk membuat perencanaan, pelaksanaan kurikulum pendidikan pada satuan pendidikan, agar menghasilkan sebuah kurikulum ideal-operasional, yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan satuan pendidikan dan daerah masing-masing.
Dalam konteks Pendidikan Islam teori tersebut juga diberlakukan untuk menghasilkan output yang memiliki kemampuan keilmuan yang memadahi serta akhlak yang mulia. Muhaimin menjelaskan bahwa Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi, misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan pendidikannya. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan Sistem pendidikan Islam.[6]
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa dalam pengembangan kurikulum dibutuhkan beberapa komponen agar kurikulum bisa menyasar pada tujuan yang telah ditetapkan. Maka di makalah ini, penulis ingin mengupas salah satu dari kompeonen tersebut yakni Pengembangan Isi atau Materi Kurikulum (curriculum materials).

B.  Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat diambil beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, meliputi:
a.    Sumber-sumber Materi Kurikulum PAI
b.    Jenis-Jenis Materi Kurikulum PAI
c.    Kriteria Penetapan Materi Kurikulum PAI
d.   Tahap Penyeleksian Materi Kurikulum PAI

C.  Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui atau memahami tata cara pengembangan materi dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam dan implementasinya dalam pengembangan kurikulum di sekolah dan madrasah. Sekaligus sebagai tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Sumber-Sumber Materi Kurikulum PAI
Isi/materi kurikulum pada hakekatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.[7] Isi kurikulum atau pengajaran bukan hanya terdiri atas sekumpulan pengetahuan atau kumpulan informasi, tapi harus merupakan kesatuan pengetahuan terpilih dan dibutuhkan bagi pengetahuan baik bagi pengetahuan  itu sendiri, maupun siswa dan lingkungannya.[8]
Ada dua hal yang harus diperhatikan ketika membicarakan isi kurikulum. Pertama, isi kurikulum didefinikan sebagai bahan atau materi belajar dan mengajar. Bahan itu tidak hanya berisikan informasi faktual, tetapi juga mencakup pengetahuan, ketrampilan, konsep-konsep, sikap dan nilai. Kedua, dalam proses belajar mengajar, dua elemen kurikulum yaitu isi dan metode, berinteraksi secara konstan. Isi memberikan signifikansi jika ditransmisikan kepada anak didik dalam beberapa hal dan cara, dan itulah yang disebut metode atau pengalaman belajar mengajar. Hubungann antara isi dan metode sangatlah dekat, tetapi keduanya dipisahkan menjadi elemen-elemen kurikulum, masing-masing dapat dinilai dengan kriteria yang berbeda. Baik isi maupun metode harus signifikan sehingga hasil dari belajar efektif bisa diraih dengan baik.[9]
Wina Sanjaya (2008) menyebutkan bahwa sebagai salah satu komponen dalam pengembangan kurikulum, bahan atau materi kurikulum (curriculum materials) sama pentingnya dengan merumuskan kurikulum itu sendiri karena tujuan kurikulum akan tercapai manakala siswa mempelajari materi kurikulum. Sehingga materi kurikulum harus bersumber pada tiga hal, yakni:
a.    Masyarakat berserta budayanya
b.    Siswa
c.    Ilmu pengetahuan
Dalam menentukan  isi kurikulum ketiga sumber tadi harus digunakan secara seimbang. Isi kurikulum yang terlalu menonjolkan salah satu aspek, dapat mempengaruhi keseimbangan makna pendidikan.[10]
a.    Masyarakat sebagai Sumber Kurikulum
Sekolah berfiungsi untuk mempersiapakan anak didik agar dapat hidup di masyarakat. Dengan demikian apa yang dibutuhkan masayakat harus menjadi pertimbangan dalam menentukan isi kurikulum. Kurikulum yang tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat akan kurang bermakna.
Kebutuhan masyarakat yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum meliputi masyarakat dalam lingkungan sekitar (lokal), masyarakat dalam tatanan nasional dan masyarakat global.
Kebutuhan masyarakat lingkungan sekitar atau lokal diperlukan oleh sebab setiap daerah memiliki kebutuhan atau karakteristik yang berbeda baik dilihat dari sudut geografis, budaya dan adat istiadat maupun potensi daerah. Sedangkan perkembangan budaya nasional adalah perkembangan budaya yang terus-menerus yang selama ada dalam status “in the maiking”. Oleh karenanya, materi kurikulum selamanya harus berubah sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat global.[11]

b.    Siswa sebagai Sumber Materi Kurikulum
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rumusan isi kurikulum dikaitkan dengan siswa, sebagaimana pernyataan Crow yang dikutip oleh Wina Sanjaya (2008: 116), yakni:
1.    Kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan anak
2.    Isi kurikulum sebaiknya mencangkup keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dapat digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa yang akan datang.
3.    Siswa hendaknya didorong untuk belajar berkat kegiatan sendiri dan tidak sekedar hanya penerima secara pasif apa yang diberikan guru.
4.    Apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan keinginan siswa.
Kebutuhan siswa sebagai dasar penetapan materi kurikulum dapat dipandang dari dua sisi, yaitu sisi pisikobiologis dan sisi kehidupan sosial. Sisi pisikologis berkenaan dengan apa yang timbul dengan siswa berdasarkan kebutuhan pisikologis dan biologis yang dinyatakan dalam keinginan dan harapan mereka, tujuan dan masalah yang diminati untuk dipelajari. Sisi kebutuhan sosial berkenaan dengan tuntutan masyarakat, apa yang dianggap perlu untuk kehidupannya, agar mereka hidupdi masyarakat.[12]

c.    Ilmu Pengetahuan sebagai Sumber Kurikulum
Ilmu adalah pengetahuan yang terorganisir secara sistematis dan logis. Dengan demikikan tidak semua pengetahuan dapat dikatakan ilmu. Ilmu hayna menunjuk pada pengetahuan yang memiliki objek dan metode tertentu. Oleh karena itu kita mengenal Ilmu Alama (natural science) seperti kimia, Fisika dan Biologi, dan ilmu-ilmu sosial (social science) seperti ekonomi, psikologi, geografi, sejarah dan lain sebagainya.
Bahan atau materi kurikulum dapat bersumber dari ilmu pengetahuan. Isi kurikulum diambil dari setiap disiplin ilmu. Para pengembang kurikulum tidak perlu susah-susah menyusun bahan sendiri. Mereka tinggal memilih materi mana yang perlu dikuasai oleh anak didik berdasarkan disiplin ilmu sesuai dengan taraf perkembangan anak didik serta seusai dengan kepentingannya.
Penentuan disiplin ilmu tiap lembaga pendidikan seperti SD, SMP, SMA dan SMK yang kemudian dalam struktur kurikulum menjadi bidang studi atau mata pelajaran tidak harus sama. Hal ini disebabkan setiap lembaga mempunyai visi, misi dan tujuan yang berbeda. Demikian juga dilihat cakupan dan keluasan serta kedalaman materi atau isi dalam setiap bidang studi.
Bidang studi yang dipilih dan diajarkan sekolah yang bertujuan untuk memberikan keterampilan akademik agar lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi akan berbeda dengan sekolah yang mempersiapkan lulusannya untuk berkerja. Pada sekolah kelompok pertama, isi dalam setiap mata pelajaran lebih banyak konsep-konsep dasar serta pengetahuan umum sebagai dasar untuk memasuki sekolah yang lebih tinggi. Sedangkan untuk kelompok yang kedua isi pelajaran dalam setiap bidang studi lebih banyak pengetahuan aplikatif dan keterampilan tertentu sebagai dasar untuk bekerja.[13]

B.  Jenis-jenis Materi Kurikulum PAI
Biasanya materi kurikulum yang harus dipelajari siswa terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan keterampilan.
Fakta merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan data spesifik (tunggal) baik yang telah maupun yang sedang  terjadi yang dapat diuji atau diobservasi.[14] Semisal Universitas Islam Negeri Sunan Ampel terletak di Jl. Ahmad Yani Surabaya, merupakan sebuah fakta, karena memang kenyataannya demikian. Demikian halnya manusia melihat dengan matanya, merupakan sebuah fakta yang bisa dirasakan dan diindra.
Konsep adalah abstraksi kesamaan atau keterhubungan dari sekelompok benda atau sifat.  Suatu konsep memiliki bagian yang dinamakan atribut. Atribut adalah suatu karakteristik yang dimiliki suatu konsep. Sedangkan hubungan antara dua atau lebih konsep yang sudah teruji secara empirik dinamakan generalisasi yang selanjutnya dapat ditarik ke dalam prinsip. Contoh prinsip tentang ketertiban lalu lintas, prinsip tentang kesejahteraan social, prinsip tentang penguapan, prinsip tentang radiasi dan lain sebagainya. Materi pelajaran tentang prinsip akan lebih sulit dibandingkan dengan fakta atau konsep. Sebab, seseoarang akan dapat menarik suatu prinsip apabila sudah memahami berbagai fakta dan konsep yang relevan.[15]
Ada juga yang lebih tinggi dari generalisasi atau prinsip, yaitu yang dinamakan teori. Menurut Goetz dan Lacomte yang dikutip oleh Wina Sanjaya (2008), teori adalah komposisi yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi atau generalisasi yang dianggap memiliki keterhubungan secara sistematis. Teori merupakan pengetahuan taraf tinggi dari pengembangan suatu ilmu. Melalui teori, dapat menerangkan dan meramalkan prilaku manusia atau kejadian tertentu.[16]
Keterampilan adalah pola kegiatan yang memiliki tujuan tertentu yang memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi. Ketrampilan dapat dibedakan menjadi dua bentuk:
1.      Keterampilan Intelektual atau sering disebut keterampilan motorik halus adalah keterampilan berpikir melalui usaha menggali, menyusun dan menggunakan berbagai informasi baik berupa data, fakta, konsep ataupun prinsip dan teori. Contohnya keterempilan menyusun suatu program, keterampilan mengevaluasi suatu program, keterampilan membuat perencanaan dan lain sebagainya.
2.      Keterampilan Fisik atau dinamakan juga keterampilan motorik kasar adalah keterampilan motorik seperti keterampilan pengoperasian computer, keterampilan mengemudi dan lain sebagainya.[17]
Menurut Hilda Taba (1962) yang dikutip oleh Wina Sanjaya (2008), bahan atau materi kurikulum dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan, yakni fakta khusus, ide-ide pokok, konsep dan sistem berpikir. Fakta khusus adalah bentuk materi kurikulum yang sangat sederhana. Sedangkan ide-ide pokok bisa berupa prinsip atau generalisasi. Untuk konsep –menurut Hilda Taba- lebih tinggi tingkatannya dari ide pokok. Memahami konsep berarti memahami sesuatu yang abstrak sehingga mendorong anak untuk berpikir lebih mendalam. Adapun sistem berpikir berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan masalah secara empirik, sistematis dan terkontrol yang kemudian dinamakan berpikir ilmiah. Setiap disiplin ilmu memiliki sistem berpikir yang tidak sama. Oleh sebab itu, materi tentang sistem berpikir erat kaitannya dengan struktur keilmuan.[18]

C.  Kriteria Penetapan Materi Kurikulum PAI
Dalam Undang-Undang Pendidikan tentang Sistem Pendidikan Nasional telah ditetapkan bahwa Isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan  nasional.[19]
Secara umum, isi kurikulum itu dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu : (a) Logika; yaitu pengetahuan tentang benar-salah, berdasarkan prosedur keilmuan, (b) Etika; yaitu pengetahuan tentang baik-buruk, nilai dan moral, (c) Estetika; yaitu pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seni.[20]
Ketiga hal tersebut, menurut Nana Sudjana dapat dioperasionalkan dalam mata pelajaran di antaranya.
a.         Mata pelajaran umum dan mata pelajaran khusus. Hal ini berkenaan dengan pengetahuan yang menjadi milik umum atau diperlukan oleh kebanyakan orang, seperti: ilmu social, budaya, pemerintahan dan bahasa. Sedangkan mata pelajaran khusus ialah berkenaan dengan pengetahuan yang diperlukan untuk keperluan hidup manusia  secara khusus, seperti untuk memiliki kerja.
b.        Mata pelajaran deskriptif, yang berisikan fakta dan prinsip. Fakta berkenaan dengan hal-hal langsung dapat diamati. Misalnya striktur tumbuhan,binatang klasifikasi dan fungsinya.
c.         Mata pelajaran normatif, yang aturan permainan, norma dan aturan yang digunakan untuk mengadakan pilihan  moral atau etika (baik-buruk), atau mencerminkan ukuran nilai, seperti mata pelajaran agama, etika, budi pekerti.[21]
Berdasarkan pengelompokan isi kurikulum tersebut pula, maka pengembangan isi kurikulum harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.         Materi kurikulum berupa bahan pelajaran yang terdiri dari bahan kajian/topik yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
b.        Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran.
c.         Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.[22]
Di samping prinsip-prinsip tersebut, pengembang kurikulum hendaknya memperhatikan aspek-aspek yang ada dalam isi kurikulum, yaitu:
a.         Teori, yaitu seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan;
b.        Konsep, yaitu suatu abstrak yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan/definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala yang perlu diamati;
c.         Generalisasi, yaitu kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari hasil analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian;
d.        Prinsip, yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep;
e.         Prosedur, yaitu serangkaian langkah yang berurutan yang ada dalam materi pelajaran dan harus dilakukan oleh siswa;
f.         Fakta, yaitu sejumlah informasi khusus dalam materi yang dipandang mempunyai kedudukan penting;
g.        Istilah, yaitu kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus, yang diperkenalkan dalam materi;
h.        Contoh, yaitu ilustrasi yaitu sesuatu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas, sehingga uraian atau pendapat dapat lebih mudah dimengerti oleh pihak lain;
i.          Definisi, penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal;
j.          Preposisi, yaitu  suatu pernyataan atau pendapat yang tak perlu diberi argumentasi.[23]
Setelah memahami isi, prinsip-prinsip dan aspek-aspek dalam pengembangan materi kurikulum, para pengembang kurikulum bisa merumuskan beberapa pertimbangan dalam penetapan materi kurikulum.
Secara umum ada beberapa petimbangan dalam menetapkan materi kurikulum baik khususnya ditinjau dari sudut siswa, yakni:
a.       Tingkat Kematangan Siswa
Bahwa setiap anak memiliki taraf perkembangan atau taraf kematangan yang berbeda. Tingkat kematangan anak usia SD berbeda dengan tingkat kematangan anak usia SMP. Isi atau materi kurikulum harus sesuai dengan tahap kematangan anak. Tingkat kematangan akan sejalan dengan tingkat perkembangan psikologi anak. Mengabaikan tingkat kematangan akan membuat materi kurikulum menjadi tidak efektif untuk mencapai tujuan tertentu.
b.      Tingkat Pengalaman Anak
Tingkat pengalaman akan menentukan tingkat kemampuan anak dalam melakukan sesuatu. Anak yang mampu menghadapi suatu masalah berarti ia memiliki pengalaman dalam masalah tersebut. Pengalaman inilah yang harus dijadikan dasar dalam menentukan materi kurikulum sehingga materi itu akan memberi pengalaman belajar yang lebih tinggi.
c.       Tarap Kesulitan Materi
Materi kurikulum disusun dari yang mudah menuju yang sulit; dari yang konkret menuju yang abstrak; dari yang sederhana menuju yang komplesks.[24]

Seperti yang dikutip oleh Wina Sanjaya (2008) bahwa Hunkins (1988) mengemukakan lima kriteria dalam mengorganisasi isi pelajaran. Pertama, kriteria yang berhubungan dengan ruang lingkup isi pelajaran. Kriteria ini menyangkut keluasan dan kedalaman isi kurikulum sesuai dengan tujuan yang hendaknya dicapai.
Kedua, kriteria yang berkaitan dengan keterkaitan atau hubungan antara materi atau isi pelajaran yang satu dengan yang lain. Hal ini dimaksudkan agar pengalaman belajar siswa terjadi secara utuh, tidak terkotak-kotak.
Ketiga, bekaitan dengan urutan isi dengan pengalaman belajar secara vertikal. Artinya pengorganisasian pengalam belajar harus memiliki kesinambungan. Artinya jangan terjadi pengulangan isi sehingga menyebabakan pemahaman siswa menjadi tidak berkembang.
Keempat, isi dan pengalaman belajar harus disusun dari yang sederhana menuju yang kompleks secara kesinambungan, sehingga pemahaman dan kemampuan siswa berkembang sampai tuntas.
Kelima, yang disebut dengan artikulasi dari keseimbangan. Artikulasi artinya bahwa isi kurikulum harus memiliki keterkaitan baik keterkaitan antara pelajaran satu dengan pelajaran yang lain, maupun keterkaitan dilihat dari tingkat kesulitannya. Sedangkan yang dimaksud dengan keseimbanga adalah, bahwa isi kurikulum harus menyangkut berbagai aspek secara seimbang, baik aspek pengembangan intelektual, aspek minat dan bakat siswa, maupun aspek keterampilan yang dibutuhkan siswa sebagai bekal kehidupan.[25]

D.  Tahap Penyeleksian Materi Kurikulum PAI
Tahap penyeleksian materi kurikulum adalah langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh pengembang materi kurikulum dalam menentukan isi atau muatan kurikulum. Ada beberapa tahap dalam menyeleksi bahan kurikulum, yakni:
a.       Identifikasi Kebutuhan (Need assessment)
Kebutuhan (need) adalah ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan. Dengan demikian, penentuan bahan atau materi kurikulum harus dimulai dari penilaian apakah bahan yang ada cukup memadai untuk mencapai tujuan atau tidak. Di sinilah para pengembang kurikulum dituntut kritis untuk mengevaluasi atau menyeleksi bahan atau materi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
b.      Mendapatkan Bahan Kurikulum (Assess the curriculum materials)
Mendapatkan bahan kurikulum yang sesuai dengan tujuan bukanlah pekerjaan mudah. Poses pelaksanaannya diperlukan perencanaan yang matang serta motivasi dan keseriusan yang sungguh-sungguh. Di era saat ini kita bisa memanfaatkan berbagai jurnal penelitian, berbagai literatur yang baru, informasi dari internet dan lain sebagainya untuk mendapatkan bahan kurikulum yang baru.
c.       Analisis Bahan (Analyze the materials)
Menganalisis materi/bahan kurikulum dapat dilakukan dengan melihat informasi tentang bahan yang bersangkutan misalnya, dengan melihat nama pengarang, edisi dan tahun terbitan, termasuk penerbirnya sendiri.

d.      Penilaian bahan kurikulum (Appraissal of curriculum materials)
Manakala bahan kurikulum telah dianalisis keakuratanya, maka selanjutnya diberikan penilaian, apakah bahan itu layak digunakan atau tidak, sesuaikah dengan tututan kurikulum atau tidak. Dalam menentukan keputusan tersebut perlu juga diuji scope dan sequence-nya. Apakah tingkat kedalaman serta urutan bahan sesuai dengan taraf perkembangan siswa atau tidak, apakah urutannya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah atau tidak.
e.       Membuat keputusan mengdopsi bahan (Make an Adoption Decision)
Tahap paling penting dan biasanya sulit dilakukan adalah membuat keputusan apakah bahan layak untuk diadopsi atau tidak, penentuan kelayakan ini harus dilakukan secara objektif. Oleh karena itu, para pengembang kurikulum perlu bekerja secara hati-hati serta menjauhkan diri dari kepentingan-kepentingan subyektif.[26]
Dalam tahapan ini ada beberapa kriteria yang bisa digunakan sebagai petunjuk untuk menyeleksi isi atau bahan kurikulum. Kriteria tersebut adalah:
a.    Validitas; isi dinyatakan valid/sahih ketika hal itu autentik/mutakhir. Isi yang valid dan memuaskan dimasukkan sedang yang tidak sesuai kriteria, dihilangkan.
b.    Signifikansi; isi sangat signifikan karena ia merupakan fundamen mata pelajaran dan mencakup berbagai ragam tujuan.
c.    Minat; prinsip belajar dan motivasi menganjurkan bahwa isi harus disesuaikan dengan minat anak sehingga proses belajarpun menjadi lebih produktif. Tanpa itu di sana tidak akan terjadi proses belajar. Guru harus bisa memilih isi yang bisa mengakomodasi minat murid.
d.   Kemampuan belajar; isi yang dipelajari harus dapat diadaptasi untuk dicocokkan dengan kemampuan murid.
e.    Konsistensi dengan realitas sosial; isi yang diseleksi harus bisa memberikan orientasi yang paling berguna, relevan dengan kenyataan sosial agar murid lebih mampu memahami fenomena dunia atau perubahan yang terjadi.
f.     Kegunaan/manfaat; isi yang paling berguna bagi murid dalam menyelesaikan kondisi mereka sekarang dan di masa yang akan datang harus diseleksi melalui mata pelajaran di sekolah, bermanfaat bagi murid, masyarakat dan dunia kerja sehingga sekolah atau madrasah harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam konteks pengembangan PAI.[27]  
g.    Keseimbangan antara keluasan dan kedalaman.
h.    Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
i.      Sesuai dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi.[28]
Adapun menurut Sudjana kriteria yang digunakan dalam memilih materi atau isi kurikulum antara lain: Pertama, mata pelajaran dalam rangka pengetahuan keilmuan. Artinya mata pelajaran yang dipilih sebagai isi kurikulum harus jelas kedua-duanya dalam konteks pengetahuan ilmiah sehingga jelas apa yang harus dipelajari (ontologi), jelas bagaimana mempelajari metodenya (epistemologi) dan jelas manfaatnya bagi anak didik manusia. (aksiologi).
Kedua, mata pelajaran harus tahan diuji. Artinya, mata pelajaran tersebut diperkirakan bias bertahan sebagai pengetahuan ilmiah dalam kurun waktu tertentu sehingga kelangsungannya relative lama tidak lekas berubah dan diganti oleh pengetahuan lain.
Ketiga, mata pelajaran harus memiliki kegunaan (fungsional) bagi peserta didik dan masyarakat pada umumnya. Maksudnya, mata pelajaran yang dipilih bermanfaat dan memiliki kontribusi tinggi terhadap perkembangan peserta didik dan perkembangan masyarakat.[29]
Masih menurut Sudjana, isi kurikulum harus dapat menentukan berhasil tidaknya suatu tujuan. Adapun isi kurikulum itu adalah sebagai berikut:
a.    Isi kurikulum harus sesuai tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa atau peserta didik. Artinya, sejalan dengan tahap perkembangan anak.
b.    Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial, artinya sesuai dengan tuntutan hidup nyata dalam masyarakat.
c.    Isi kurikulum dapat mencapai tujuan yang komprehensif, artinya mengandung aspek intelektual, moral, dan social secara seimbang (balance).
d.   Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji, artinya tidak cepat lapuk hanya karena perubahan tuntutan hidup sehari-hari.
e.    Isi kurikulum harus mengandung bahan pelajaran yang jelas, teori, prinsip, konsep yang terdapat di dalamnya bukan hanya sekedar onformasi factual.
f.     Isi kurikulum harus dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Isi kurikulum disusun dalam bentuk program pendidikan yang nantunya dijabarkan dan dilaksanakan melalui proses pengajaran/pengalaman belajar anak didik.[30]


E.  Pengembangan Kurikulum di Madrasah dan Sekolah
Terkait dengan pengembangan Kurikulum di madrasah dan sekolah Umum Pemerintah  telah mengaturnya melalui pasal 36 ayat (3) UUSPN No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa; Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) Peningkatan iman dan takwa;(b) Peningkatan akhlak mulia;(c) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;(d) Keragaman potensi daerah dan lingkungan;(e) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;(f) Tuntutan dunia kerja;(g) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) Agama; (i) Dinamika perkembangan global; dan (j) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.[31]
Berdasarkan kebijakan dan peraturan pemerintah di atas pengembangan kurikulum setidaknya harus mencakup pointer-pointer tersebut sebagai refleksi dalam setiap proses belajar mengajar tetapi fakta dilapangan terkadang aplikasinya tidak sesuai dengan teori apalagi terbentuknya dikotomi pola ajar dan substansi materi antara madrasah yang hakikatnya lebih memperbanyak mata pelajaran agama dibandingkan dengan mata pelajaran Umum yang tergabung dalam MI, MTs, MA sedangkan Sekolah umum substansi materinya lebih condong kepada mata pelajaran umum dibandingkan dengan mata pelajaran agama yang porsinya 2 jam dalam setiap minggunya
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 37 ayat 1 mewajibkan Pendidikan Agama Islam dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan Agama pada jenis pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, dan khusus disebut “Pendidikan Agama.[32]
Pada pendidikan madrasah mata pelajaran agama Islam dibagi ke dalam beberapa sub mata pelajaran, yaitu: Al-Qur’an-Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah (kebudayaan) Islam, dan Bahasa Arab. Sehinggga porsi mata pelajaran agama Islam lebih banyak. Sementara pada pendidikan non madrasah, mata pelajaran pendidikan agama islam digabung menjadi satu, dan porsinya hanya 2 jam per-minggu. Namun, di dalamnya, pada dasarnya juga meliputi Al-Qur’an-Hadits, keimanan (aqidah), akhlak, ibadah-syariah-muamalah (fiqih), (dan sejarah kebudayaan) islam.
Kelima aspek PAI tersebut dapat ditanamkan kepada peserta didik melalui  pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, yang intinya selalu mengaitkan  pembelajaran PAI dengan konteks dan pengalaman-pengalaman hidup peserta didik yang  beraneka ragam atau konteks masalah-masalah serta situasi-situasi riil kehidupannya. Melalui interaksi dengan lingkungan dan menginterpretasi terhadap pengetahuan dan pengalaman hidup tersebut, maka peserta didik dapat mengkonstruksi makna dan nilai-nilai Islam yang  perlu diinternalisasikan dalam dirinya.[33]
Pendidikan agama (Islam) di sekolah pada dasarnya lebih diorientasikan pada tataran moral action yakni agar peserta didik tidak hanya berhenti pada tataran kompeten tetapi sampai memiliki kemauan, dan kebiasaan dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.[34]
 Pendidikan Agama Islam di sekolah termasuk dalam pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum (sekolah) sebagai suatu mata  pelajaran atau mata kuliah saja dengan nama pelajaran Pendidikan Agama Islam. Pengajarannya memiliki kurikulum tersendiri. Kurikulum PAI berarti seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu seorang atau sekelompok siswa dalam memahai, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dan/atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Islam.[35]
 Pendidikan agama di sekolah umum terselenggara sebagai upaya pengintegrasian pendidikan Islam ke dalam sistem sekolah yang kurikulumnya berorientasi pada pengetahuan umum. Hal ini merupakan langkah penyesuaian bagi tercapainya fungsi pendidikan dalam memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat modern. Sedangkan pendidikan agama Islam di madrasah aspek-aspek pendidikan agama di sekolah umum menjadi sub mata pelajaran-mata pelajaran. Mata pelajaran Al-Qur’an Hadis, mata pelajaran Aqidah Akhlak, mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, Fiqih, dan Bahasa Arab.
Pasca keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri pada tanggal 24 Maret 1975 yang disepakati oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri. Maka komposisi kurikulum madrasah harus sama dengan sekolah. Dengan konsekuensi, mata pelajaran agama terdistorsi porsinya menjadi 30% dan materi  pelajaran umum mendominasi dengan prosentase 70%.[36] Madrasah yang pada awalnya terfokus pada pembelajaran belajar ilmu-ilmu agama, saat ini para siswanya belajar juga ilmu-ilmu umum, matematika, sosial dan alam.
Sedangkan periode 2005 memuat struktur dan muatan kurikulum diantaranya  pendidikan Agama Islam. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa struktur dan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut;
1.      Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
2.      Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
3.      Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
4.      Kelompok mata pelajaran estetika
5.      Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentu peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
Selanjutnya dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan pula bahwa; kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan. Berdasarkan ketentuan ini maka alokasi jam pembelajaran mata pelajaran agama menjadi 4 jam (dari 3 menjadi 4 jam pelajaran setiap minggu).
Walhasil, seiring dengan perkembangan dan dinamika yang terjadi dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pelaksanaan pendidikan agama pada umumnya serta pendidikan agama Islam pada khususnya di sekolah-sekolah umum dan madrasah tersebut semakin kokoh dengan berbagai terbitnya perundang-undangan dan peraturan pemerintah. Tentu dalam penyeleksian dan penetapan materi kurikulumnya harus mempertimbangkan beberapa prinsip dan kriteria yang telah penulis jabarkan di atas.


 
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Pengembangan materi kurikulum menyangkut proses penentuan bahan atau materi yang perlu dipahami oleh peserta didik. Pengembangan materi kurikulum bersumber pada beberapa aspek, yaitu masyarakat, siswa, dan ilmu pengetahuan. Setiap aspek harus diseimbangkan satu sama lain agar kurikulum yang terbentuk menjadi lebih berkualitas.

1.    Sumber-Sumber Materi Kurikulum PAI
Isi/materi kurikulum pada hakekatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Ada dua hal yang harus diperhatikan ketika membicarakan isi kurikulum. Pertama, isi kurikulum didefinikan sebagai bahan atau materi belajar dan mengajar. Kedua, dalam proses belajar mengajar, dua elemen kurikulum yaitu isi dan metode, berinteraksi secara konstan. Wina Sanjaya (2008) menyebutkan bahwa sebagai salah satu komponen dalam pengembangan kurikulum, bahan atau materi kurikulum (curriculum materials) sama pentingnya dengan merumuskan kurikulum itu sendiri karena tujuan kurikulum akan tercapai manakala siswa mempelajari materi kurikulum. Sehingga materi kurikulum harus bersumber pada tiga hal, yakni:
a.       Masyarakat berserta budayanya
b.      Siswa
c.       Ilmu pengetahuan

2.    Jenis-jenis Materi Kurikulum PAI
Biasanya materi kurikulum yang harus dipelajari siswa terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan keterampilan.
Fakta merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan data spesifik (tunggal) baik yang telah maupun yang sedang  terjadi yang dapat diuji atau diobservasi. Konsep adalah abstraksi kesamaan atau keterhubungan dari sekelompok benda atau sifat. Sedangkan hubungan antara dua atau lebih konsep yang sudah teruji secara empirik dinamakan generalisasi yang selanjutnya dapat ditarik ke dalam prinsip. Ada juga yang lebih tinggi dari generalisasi atau prinsip, yaitu yang dinamakan teori, yakni komposisi yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi atau generalisasi yang dianggap memiliki keterhubungan secara sistematis. Sedangkan Keterampilan adalah pola kegiatan yang memiliki tujuan tertentu yang memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi.
3.    Kriteria Penetapan Materi Kurikulum PAI
Secara umum, isi kurikulum itu dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu : (a) Logika; yaitu pengetahuan tentang benar-salah, berdasarkan prosedur keilmuan, (b) Etika; yaitu pengetahuan tentang baik-buruk, nilai dan moral, (c) Estetika; yaitu pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seni. Berdasarkan pengelompokan isi kurikulum tersebut pula, maka pengembangan isi kurikulum harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
d.        Materi kurikulum berupa bahan pelajaran yang terdiri dari bahan kajian/topik yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
e.         Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran.
f.         Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Di samping prinsip-prinsip tersebut, pengembang kurikulum hendaknya memperhatikan aspek-aspek yang ada dalam isi kurikulum, yaitu: Teori, Konsep, Generalisasi, Prinsip, Prosedur, Fakta, Istilah, Contoh, Definisi, dan Preposisi.
Secara umum ada beberapa petimbangan dalam menetapkan materi kurikulum baik khususnya ditinjau dari sudut siswa, yakni:
d.      Tingkat Kematangan Siswa
e.       Tingkat Pengalaman Anak
f.       Tarap Kesulitan Materi

4.    Tahap Penyeleksian Materi Kurikulum PAI
Tahap penyeleksian materi kurikulum adalah langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh pengembang materi kurikulum dalam menentukan isi atau muatan kurikulum. Ada beberapa tahap dalam menyeleksi bahan kurikulum, yakni:
f.       Identifikasi Kebutuhan (Need assessment)
g.      Mendapatkan Bahan Kurikulum (Assess the curriculum materials)
h.      Analisis Bahan (Analyze the materials)
i.        Penilaian bahan kurikulum (Appraissal of curriculum materials)
j.        Membuat keputusan mengdopsi bahan (Make an Adoption Decision)
Dalam tahapan ini ada beberapa kriteria yang bisa digunakan sebagai petunjuk untuk menyeleksi isi atau bahan kurikulum. Kriteria tersebut adalah: Validitas, Signifikansi, Minat, Kemampuan belajar, Konsistensi dengan realitas sosial, Kegunaan/manfaat, Keseimbangan antara keluasan dan kedalaman, Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai., Sesuai dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi.

B.  Saran
Semoga makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan sebagai calon pendidik mengenai pengembangan materi kurikulum.




DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan  Kurikulum, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Hidayat, Sholeh, Pengembangan Kurikulum Baru 2013,  Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik, Jogjakarta: Ar Ruz Media, 2011
Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan. Vol.1 No.1. Maret 2010. ISSN : 2086 – 4981
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam : di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Print, Murray, Curriculum Development and Design, Allen & Unwin Pty Ltd, Australia, 1993.
Sanjaya, Wina. (2009)., Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada.
Sofan Amari, Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013, Jakarta: Pertasi Pustaka, 2013.
Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran : Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum , Jakarta : PT. Prestasi Pustaka Publisher, 2010.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2001), Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Bandung: Rosdakarya.
Sudjana, Nana Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002.
Tabah, Hilda, Curriculum Development: Theory and Practice, Harcourt, Brace and World, New York, Chicago, San Fransisco, Atlanta.
UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Zais, Robert, Curriculum: Principles and Foundation, Harper and Row Publishers, New York, Hagerstown, San Fransisco, London, 1976.



[1] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 5.
[2] Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran : Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum  (Jakarta : PT. Prestasi Pustaka Publisher, 2010), 61-62.
[3] Murrary Print, Curriculum Design and Development, (Australia: Allen & Unwin, 1993), 23.
[4]  Zais, Robert, Curriculum: Principles and Foundation, Harper and Row Publishers, New York, Hagerstown, San Fransisco, London, 1976.
[5] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum……..,6-7
[6] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam : di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005),1.
[7] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan  Kurikulum (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), 88.
[8] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum……….., 127.
[9] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik (Jogjakarta: Ar Ruz Media, 2011), 211-212.
[10] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana Prenada, 2008), 114
[11] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran ……….., 114-115.
[12] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran ……….., 117.
[13] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran ……….., 118.
[14] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran………..., 120.
[15] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran……, 121
[16] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran……, 121
[17] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran……, 121
[18] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran……, 122
[19] UU Sistem Pendidikan Nasional BabIX pasal 39 ayat 1
[20] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan……, 88.
[21] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002), 2
[22] Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru 2013,  (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), 62-63.
[23] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 26.
[24] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran……, 123
[25] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran……, 123-124
[26] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran……, 118-120
[27] Muhaimin., Pengembangan Kurikulum……………, 11-12.
[28] Muhaimin., Pengembangan Kurikulum……………, 217-222, bisa juga dilihat dalam dalam uraian yang dibahas oleh  Zainal Arifin, Komponen dan Organisasi Kurikulum, 88-89.
[29] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum………., 34.
[30] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum………., 35.
[31] Undang-Undang tentang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal 36 ayat 3.
[32] Undang-Undang tentang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal 37 ayat 1.
[33] Muhaimin. Wacana Pengembagan Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 175-176.
[34] Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, 33-34
[35] Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, 104.
[36] Zakiah Darajat, Gigih Memperjuangkang Madrasah, dalam Amir Hamzah Wiryosukarto dan Ahmad Fuad Efendi, Biografi KH. Imam Zarkasyi di Mata Umat, (Ponorogo: Gontor Press, 1996). 630