BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam dunia
pendidikan, bahkan bisa dikatakan bahwa kurikulum memegang kedudukan dan kunci
dalam pendidikan, hal ini berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses
pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu
lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan
baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional.[1]
Semua pihak berkepentingan dengan kurikulum, mulai dari peserta
didik, pendidik, orang tua, akademisi hingga warga masyarakat. Semua pihak
tersebut harus selalu bersinergi dalam rangka mendidik, membimbing dan mencerdaskan
kehidupan generasi bangsa yang lebih baik, maju dan berkompetensi. Maka
kurikulum memiliki peranan yang cukup besar dalam mewujudkan harapan tersebut.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang
cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran, menentukan proses
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam
pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan peserta didik nantinya, maka
pengembangan kurikulum tidak bisa dikerjakan sembarangan. Di samping itu,
program pendidikan harus dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
diorentasikan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan
akan terjadi. Oleh karena itu, kurikulum sekarang harus dirancang oleh guru
bersama-sama masyarakat pemakai. [2]
Murrary Print mengatakan bahwa pengembangan kurikulum adalah “Curriculum
development is defined as the process of planning, constructing, implementing
and evaluating learning opportunities intended to produce desired changes in
leaner’s”. Maksudnya bahwa pengembangan kurikulum adalah, sebagai proses
perencanaan, membangun, menerapkan, dan mengevaluasi peluang pembelajarn
diharapkan menghasilkan perubahan dalam belajar.[3]
Proses pengembangan kurikulum menurut Zais harus dimulai dengan
asumsi-asumsi filosofis sebagi sistem nilai (Value System) atau pandangan hidup
suatu bangsa. Berdasarkan asas filosofis itulah selanjutnya ditentukan tentang
hakikat pengetahuan, sosiokultural, hakikat anak didik, dan teori-teori
belajar. Inilah yang menjadi dasar dalam pengembangan kurikulum, dengan kata
lain landasan pengembangan kurikulum itu meliputi asas filosofis, asas
psikologis, dan asas sosial budaya termasuk di dalamnya asas teknologis.
Manakala telah ditentukan landasan-landasan sebagai fondasi kurikulum, maka
ditentukan komponen-komponen kurikulum yang menyangkut baik tujuan umum maupun
tujuan khusus, isi atau materi pelajaran kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.[4]
Pada dasarnya proses pengembangan kurikulum adalah proses
penyusunan keempat komponen tersebut yang dilandasi asas-asas pengembangannya
sebagai pondasi. Pengembangan komponen-komponen inilah yang kemudian membentuk
sistem kurikulum.
Adapun proses pengembangan kurikulum merupakan suatu kegiatan
menghasilkan kurikulum baru melalui langkah-langkah penyusunan, pelaksanaan dan
penyempurnaan kurikulum atas dasar penilaian yang dilakukan selama kegiatan
pelaksanaan kurikulum, dan hal tersebut bisa dikatakan bahwa terjadinya
perubahan-perubahan kurikulum mempunyai tujuan untuk perbaikan. Suatu kurikulum
tidak dapat terbentuk atau tidak dapat dikembangkan tanpa adanya tujuan khusus
sebagai hasil yang diharapkan. Karena itu, sebagai orang yang kelak akan
berperan dalam implementasi kurikulum, sangat penting bagi para calon pendidik
untuk memahami dan menguasai tata cara pengembangan isi kurikulum.[5]
Berdasarkan teori tersebut, pengembangan kurikulum merupakan suatu
cara untuk membuat perencanaan, pelaksanaan kurikulum pendidikan pada satuan
pendidikan, agar menghasilkan sebuah kurikulum ideal-operasional, yang sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan satuan pendidikan dan daerah masing-masing.
Dalam konteks Pendidikan Islam teori tersebut juga diberlakukan
untuk menghasilkan output yang memiliki kemampuan keilmuan yang memadahi serta
akhlak yang mulia. Muhaimin menjelaskan bahwa Pendidikan Islam adalah sistem
pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat
(rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai
Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi, misi, tujuan, program
kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan pendidikannya. Pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan
Sistem pendidikan Islam.[6]
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa dalam pengembangan
kurikulum dibutuhkan beberapa komponen agar kurikulum bisa menyasar pada tujuan
yang telah ditetapkan. Maka di makalah ini, penulis ingin mengupas salah satu
dari kompeonen tersebut yakni Pengembangan Isi atau Materi Kurikulum (curriculum
materials).
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat diambil
beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, meliputi:
a.
Sumber-sumber
Materi Kurikulum PAI
b.
Jenis-Jenis
Materi Kurikulum PAI
c.
Kriteria
Penetapan Materi Kurikulum PAI
d.
Tahap
Penyeleksian Materi Kurikulum PAI
C.
Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui atau memahami
tata cara pengembangan materi dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam dan
implementasinya dalam pengembangan kurikulum di sekolah dan madrasah. Sekaligus
sebagai tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sumber-Sumber
Materi Kurikulum PAI
Isi/materi kurikulum pada hakekatnya adalah semua kegiatan dan
pengalaman yang dikembangkan dan disusun dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.[7]
Isi kurikulum atau pengajaran bukan hanya terdiri atas sekumpulan pengetahuan
atau kumpulan informasi, tapi harus merupakan kesatuan pengetahuan terpilih dan
dibutuhkan bagi pengetahuan baik bagi pengetahuan itu sendiri, maupun siswa dan lingkungannya.[8]
Ada dua hal yang harus diperhatikan ketika membicarakan isi
kurikulum. Pertama, isi kurikulum didefinikan sebagai bahan atau materi
belajar dan mengajar. Bahan itu tidak hanya berisikan informasi faktual, tetapi
juga mencakup pengetahuan, ketrampilan, konsep-konsep, sikap dan nilai. Kedua,
dalam proses belajar mengajar, dua elemen kurikulum yaitu isi dan metode,
berinteraksi secara konstan. Isi memberikan signifikansi jika ditransmisikan
kepada anak didik dalam beberapa hal dan cara, dan itulah yang disebut metode
atau pengalaman belajar mengajar. Hubungann antara isi dan metode sangatlah
dekat, tetapi keduanya dipisahkan menjadi elemen-elemen kurikulum,
masing-masing dapat dinilai dengan kriteria yang berbeda. Baik isi maupun
metode harus signifikan sehingga hasil dari belajar efektif bisa diraih dengan
baik.[9]
Wina Sanjaya (2008) menyebutkan bahwa sebagai salah satu komponen
dalam pengembangan kurikulum, bahan atau materi kurikulum (curriculum
materials) sama pentingnya dengan merumuskan kurikulum itu sendiri karena
tujuan kurikulum akan tercapai manakala siswa mempelajari materi kurikulum.
Sehingga materi kurikulum harus bersumber pada tiga hal, yakni:
a.
Masyarakat
berserta budayanya
b.
Siswa
c.
Ilmu
pengetahuan
Dalam menentukan isi
kurikulum ketiga sumber tadi harus digunakan secara seimbang. Isi kurikulum
yang terlalu menonjolkan salah satu aspek, dapat mempengaruhi keseimbangan
makna pendidikan.[10]
a.
Masyarakat
sebagai Sumber Kurikulum
Sekolah berfiungsi untuk
mempersiapakan anak didik agar dapat hidup di masyarakat. Dengan demikian apa
yang dibutuhkan masayakat harus menjadi pertimbangan dalam menentukan isi
kurikulum. Kurikulum yang tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat akan kurang
bermakna.
Kebutuhan masyarakat yang harus
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum meliputi masyarakat dalam lingkungan
sekitar (lokal), masyarakat dalam tatanan nasional dan masyarakat global.
Kebutuhan masyarakat lingkungan
sekitar atau lokal diperlukan oleh sebab setiap daerah memiliki kebutuhan atau
karakteristik yang berbeda baik dilihat dari sudut geografis, budaya dan adat
istiadat maupun potensi daerah. Sedangkan perkembangan budaya nasional adalah
perkembangan budaya yang terus-menerus yang selama ada dalam status “in the
maiking”. Oleh karenanya, materi kurikulum selamanya harus berubah sesuai
dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat global.[11]
b.
Siswa sebagai Sumber
Materi Kurikulum
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam rumusan isi kurikulum dikaitkan dengan siswa, sebagaimana
pernyataan Crow yang dikutip oleh Wina Sanjaya (2008: 116), yakni:
1.
Kurikulum
sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan anak
2.
Isi kurikulum
sebaiknya mencangkup keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dapat digunakan
siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berguna untuk menghadapi
kebutuhannya pada masa yang akan datang.
3.
Siswa hendaknya
didorong untuk belajar berkat kegiatan sendiri dan tidak sekedar hanya penerima
secara pasif apa yang diberikan guru.
4.
Apa yang
dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan keinginan siswa.
Kebutuhan siswa sebagai dasar
penetapan materi kurikulum dapat dipandang dari dua sisi, yaitu sisi
pisikobiologis dan sisi kehidupan sosial. Sisi pisikologis berkenaan dengan apa
yang timbul dengan siswa berdasarkan kebutuhan pisikologis dan biologis yang
dinyatakan dalam keinginan dan harapan mereka, tujuan dan masalah yang diminati
untuk dipelajari. Sisi kebutuhan sosial berkenaan dengan tuntutan masyarakat,
apa yang dianggap perlu untuk kehidupannya, agar mereka hidupdi masyarakat.[12]
c.
Ilmu
Pengetahuan sebagai Sumber Kurikulum
Ilmu adalah pengetahuan yang
terorganisir secara sistematis dan logis. Dengan demikikan tidak semua
pengetahuan dapat dikatakan ilmu. Ilmu hayna menunjuk pada pengetahuan yang
memiliki objek dan metode tertentu. Oleh karena itu kita mengenal Ilmu Alama (natural
science) seperti kimia, Fisika dan Biologi, dan ilmu-ilmu sosial (social
science) seperti ekonomi, psikologi, geografi, sejarah dan lain sebagainya.
Bahan atau materi kurikulum dapat
bersumber dari ilmu pengetahuan. Isi kurikulum diambil dari setiap disiplin
ilmu. Para pengembang kurikulum tidak perlu susah-susah menyusun bahan sendiri.
Mereka tinggal memilih materi mana yang perlu dikuasai oleh anak didik
berdasarkan disiplin ilmu sesuai dengan taraf perkembangan anak didik serta
seusai dengan kepentingannya.
Penentuan disiplin ilmu tiap lembaga
pendidikan seperti SD, SMP, SMA dan SMK yang kemudian dalam struktur kurikulum
menjadi bidang studi atau mata pelajaran tidak harus sama. Hal ini disebabkan
setiap lembaga mempunyai visi, misi dan tujuan yang berbeda. Demikian juga
dilihat cakupan dan keluasan serta kedalaman materi atau isi dalam setiap
bidang studi.
Bidang studi yang dipilih dan
diajarkan sekolah yang bertujuan untuk memberikan keterampilan akademik agar
lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi akan berbeda dengan
sekolah yang mempersiapkan lulusannya untuk berkerja. Pada sekolah kelompok
pertama, isi dalam setiap mata pelajaran lebih banyak konsep-konsep dasar serta
pengetahuan umum sebagai dasar untuk memasuki sekolah yang lebih tinggi.
Sedangkan untuk kelompok yang kedua isi pelajaran dalam setiap bidang studi
lebih banyak pengetahuan aplikatif dan keterampilan tertentu sebagai dasar
untuk bekerja.[13]
B. Jenis-jenis Materi Kurikulum PAI
Biasanya materi kurikulum yang harus dipelajari siswa terdiri dari
fakta, konsep, prinsip, hukum, dan keterampilan.
Fakta merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan data spesifik
(tunggal) baik yang telah maupun yang sedang terjadi yang dapat
diuji atau diobservasi.[14]
Semisal Universitas Islam Negeri Sunan Ampel terletak di Jl. Ahmad Yani
Surabaya, merupakan sebuah fakta, karena memang kenyataannya demikian. Demikian
halnya manusia melihat dengan matanya, merupakan sebuah fakta yang bisa
dirasakan dan diindra.
Konsep adalah abstraksi kesamaan atau keterhubungan dari sekelompok
benda atau sifat. Suatu konsep memiliki bagian yang dinamakan atribut.
Atribut adalah suatu karakteristik yang dimiliki suatu konsep. Sedangkan hubungan
antara dua atau lebih konsep yang sudah teruji secara empirik dinamakan
generalisasi yang selanjutnya dapat ditarik ke dalam prinsip. Contoh prinsip
tentang ketertiban lalu lintas, prinsip tentang kesejahteraan social, prinsip
tentang penguapan, prinsip tentang radiasi dan lain sebagainya. Materi pelajaran
tentang prinsip akan lebih sulit dibandingkan dengan fakta atau konsep. Sebab,
seseoarang akan dapat menarik suatu prinsip apabila sudah memahami berbagai
fakta dan konsep yang relevan.[15]
Ada juga yang lebih tinggi dari generalisasi atau prinsip, yaitu
yang dinamakan teori. Menurut Goetz dan Lacomte yang dikutip oleh Wina Sanjaya
(2008), teori adalah komposisi yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah
proposisi atau generalisasi yang dianggap memiliki keterhubungan secara
sistematis. Teori merupakan pengetahuan taraf tinggi dari pengembangan suatu
ilmu. Melalui teori, dapat menerangkan dan meramalkan prilaku manusia atau
kejadian tertentu.[16]
Keterampilan adalah pola kegiatan yang memiliki tujuan tertentu
yang memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi. Ketrampilan dapat
dibedakan menjadi dua bentuk:
1.
Keterampilan
Intelektual atau sering disebut keterampilan motorik halus adalah keterampilan
berpikir melalui usaha menggali, menyusun dan menggunakan berbagai informasi
baik berupa data, fakta, konsep ataupun prinsip dan teori. Contohnya
keterempilan menyusun suatu program, keterampilan mengevaluasi suatu program,
keterampilan membuat perencanaan dan lain sebagainya.
2.
Keterampilan
Fisik atau dinamakan juga keterampilan motorik kasar adalah keterampilan
motorik seperti keterampilan pengoperasian computer, keterampilan mengemudi dan
lain sebagainya.[17]
Menurut Hilda Taba (1962) yang dikutip oleh Wina Sanjaya (2008),
bahan atau materi kurikulum dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan, yakni fakta
khusus, ide-ide pokok, konsep dan sistem berpikir. Fakta khusus adalah bentuk
materi kurikulum yang sangat sederhana. Sedangkan ide-ide pokok bisa berupa
prinsip atau generalisasi. Untuk konsep –menurut Hilda Taba- lebih tinggi
tingkatannya dari ide pokok. Memahami konsep berarti memahami sesuatu yang
abstrak sehingga mendorong anak untuk berpikir lebih mendalam. Adapun sistem
berpikir berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan masalah secara empirik,
sistematis dan terkontrol yang kemudian dinamakan berpikir ilmiah. Setiap
disiplin ilmu memiliki sistem berpikir yang tidak sama. Oleh sebab itu, materi
tentang sistem berpikir erat kaitannya dengan struktur keilmuan.[18]
C.
Kriteria
Penetapan Materi Kurikulum PAI
Dalam Undang-Undang Pendidikan tentang Sistem Pendidikan Nasional
telah ditetapkan bahwa Isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk
mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam
rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasional.[19]
Secara umum, isi kurikulum itu dapat dikelompokkan menjadi 3
bagian, yaitu : (a) Logika; yaitu pengetahuan tentang benar-salah, berdasarkan
prosedur keilmuan, (b) Etika; yaitu pengetahuan tentang baik-buruk, nilai dan
moral, (c) Estetika; yaitu pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai
seni.[20]
Ketiga hal tersebut, menurut Nana Sudjana dapat dioperasionalkan
dalam mata pelajaran di antaranya.
a.
Mata pelajaran
umum dan mata pelajaran khusus. Hal ini berkenaan dengan pengetahuan yang
menjadi milik umum atau diperlukan oleh kebanyakan orang, seperti: ilmu social,
budaya, pemerintahan dan bahasa. Sedangkan mata pelajaran khusus ialah
berkenaan dengan pengetahuan yang diperlukan untuk keperluan hidup
manusia secara khusus, seperti untuk memiliki kerja.
b.
Mata pelajaran
deskriptif, yang berisikan fakta dan prinsip. Fakta berkenaan dengan hal-hal
langsung dapat diamati. Misalnya striktur tumbuhan,binatang klasifikasi dan
fungsinya.
c.
Mata pelajaran
normatif, yang aturan permainan, norma dan aturan yang digunakan untuk
mengadakan pilihan moral atau etika (baik-buruk), atau mencerminkan
ukuran nilai, seperti mata pelajaran agama, etika, budi pekerti.[21]
Berdasarkan pengelompokan isi kurikulum tersebut pula, maka
pengembangan isi kurikulum harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a.
Materi
kurikulum berupa bahan pelajaran yang terdiri dari bahan kajian/topik yang
dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
b.
Mengacu pada
pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran.
c.
Diarahkan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.[22]
Di samping prinsip-prinsip tersebut, pengembang kurikulum hendaknya
memperhatikan aspek-aspek yang ada dalam isi kurikulum, yaitu:
a.
Teori, yaitu
seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling
berhubungan;
b.
Konsep, yaitu
suatu abstrak yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan/definisi
singkat dari sekelompok fakta atau gejala yang perlu diamati;
c.
Generalisasi,
yaitu kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari hasil
analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian;
d.
Prinsip, yaitu
ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara
beberapa konsep;
e.
Prosedur, yaitu
serangkaian langkah yang berurutan yang ada dalam materi pelajaran dan harus
dilakukan oleh siswa;
f.
Fakta, yaitu
sejumlah informasi khusus dalam materi yang dipandang mempunyai kedudukan
penting;
g.
Istilah, yaitu
kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus, yang diperkenalkan dalam materi;
h.
Contoh, yaitu
ilustrasi yaitu sesuatu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk
memperjelas, sehingga uraian atau pendapat dapat lebih mudah dimengerti oleh
pihak lain;
i.
Definisi,
penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal;
j.
Preposisi,
yaitu suatu pernyataan atau pendapat
yang tak perlu diberi argumentasi.[23]
Setelah memahami isi, prinsip-prinsip dan aspek-aspek dalam
pengembangan materi kurikulum, para pengembang kurikulum bisa merumuskan
beberapa pertimbangan dalam penetapan materi kurikulum.
Secara umum ada beberapa petimbangan dalam menetapkan materi
kurikulum baik khususnya ditinjau dari sudut siswa, yakni:
a.
Tingkat
Kematangan Siswa
Bahwa setiap
anak memiliki taraf perkembangan atau taraf kematangan yang berbeda. Tingkat
kematangan anak usia SD berbeda dengan tingkat kematangan anak usia SMP. Isi
atau materi kurikulum harus sesuai dengan tahap kematangan anak. Tingkat
kematangan akan sejalan dengan tingkat perkembangan psikologi anak. Mengabaikan
tingkat kematangan akan membuat materi kurikulum menjadi tidak efektif untuk
mencapai tujuan tertentu.
b.
Tingkat
Pengalaman Anak
Tingkat
pengalaman akan menentukan tingkat kemampuan anak dalam melakukan sesuatu. Anak
yang mampu menghadapi suatu masalah berarti ia memiliki pengalaman dalam
masalah tersebut. Pengalaman inilah yang harus dijadikan dasar dalam menentukan
materi kurikulum sehingga materi itu akan memberi pengalaman belajar yang lebih
tinggi.
c.
Tarap Kesulitan
Materi
Materi
kurikulum disusun dari yang mudah menuju yang sulit; dari yang konkret menuju
yang abstrak; dari yang sederhana menuju yang komplesks.[24]
Seperti yang dikutip oleh Wina Sanjaya (2008) bahwa Hunkins (1988) mengemukakan
lima kriteria dalam mengorganisasi isi pelajaran. Pertama, kriteria yang
berhubungan dengan ruang lingkup isi pelajaran. Kriteria ini menyangkut
keluasan dan kedalaman isi kurikulum sesuai dengan tujuan yang hendaknya
dicapai.
Kedua, kriteria yang berkaitan dengan keterkaitan atau hubungan
antara materi atau isi pelajaran yang satu dengan yang lain. Hal ini
dimaksudkan agar pengalaman belajar siswa terjadi secara utuh, tidak
terkotak-kotak.
Ketiga, bekaitan dengan urutan isi dengan pengalaman belajar secara
vertikal. Artinya pengorganisasian pengalam belajar harus memiliki
kesinambungan. Artinya jangan terjadi pengulangan isi sehingga menyebabakan
pemahaman siswa menjadi tidak berkembang.
Keempat, isi dan pengalaman belajar harus disusun dari yang
sederhana menuju yang kompleks secara kesinambungan, sehingga pemahaman dan
kemampuan siswa berkembang sampai tuntas.
Kelima, yang disebut dengan artikulasi dari keseimbangan.
Artikulasi artinya bahwa isi kurikulum harus memiliki keterkaitan baik
keterkaitan antara pelajaran satu dengan pelajaran yang lain, maupun
keterkaitan dilihat dari tingkat kesulitannya. Sedangkan yang dimaksud dengan
keseimbanga adalah, bahwa isi kurikulum harus menyangkut berbagai aspek secara
seimbang, baik aspek pengembangan intelektual, aspek minat dan bakat siswa,
maupun aspek keterampilan yang dibutuhkan siswa sebagai bekal kehidupan.[25]
D.
Tahap
Penyeleksian Materi Kurikulum PAI
Tahap penyeleksian materi kurikulum adalah langkah-langkah yang
harus dilaksanakan oleh pengembang materi kurikulum dalam menentukan isi atau
muatan kurikulum. Ada beberapa tahap dalam menyeleksi bahan kurikulum, yakni:
a.
Identifikasi
Kebutuhan (Need assessment)
Kebutuhan (need) adalah ketidaksesuaian antara harapan dan
kenyataan. Dengan demikian, penentuan bahan atau materi kurikulum harus dimulai
dari penilaian apakah bahan yang ada cukup memadai untuk mencapai tujuan atau
tidak. Di sinilah para pengembang kurikulum dituntut kritis untuk mengevaluasi
atau menyeleksi bahan atau materi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
b.
Mendapatkan
Bahan Kurikulum (Assess the curriculum materials)
Mendapatkan bahan kurikulum yang sesuai dengan tujuan bukanlah
pekerjaan mudah. Poses pelaksanaannya diperlukan perencanaan yang matang serta
motivasi dan keseriusan yang sungguh-sungguh. Di era saat ini kita bisa
memanfaatkan berbagai jurnal penelitian, berbagai literatur yang baru,
informasi dari internet dan lain sebagainya untuk mendapatkan bahan kurikulum
yang baru.
c.
Analisis Bahan
(Analyze the materials)
Menganalisis
materi/bahan kurikulum dapat dilakukan dengan melihat informasi tentang bahan
yang bersangkutan misalnya, dengan melihat nama pengarang, edisi dan tahun
terbitan, termasuk penerbirnya sendiri.
d.
Penilaian bahan
kurikulum (Appraissal of curriculum materials)
Manakala
bahan kurikulum telah dianalisis keakuratanya, maka selanjutnya diberikan
penilaian, apakah bahan itu layak digunakan atau tidak, sesuaikah dengan
tututan kurikulum atau tidak. Dalam menentukan keputusan tersebut perlu juga
diuji scope dan sequence-nya. Apakah tingkat kedalaman serta urutan bahan
sesuai dengan taraf perkembangan siswa atau tidak, apakah urutannya sesuai
dengan situasi dan kondisi sekolah atau tidak.
e.
Membuat
keputusan mengdopsi bahan (Make an Adoption Decision)
Tahap
paling penting dan biasanya sulit dilakukan adalah membuat keputusan apakah
bahan layak untuk diadopsi atau tidak, penentuan kelayakan ini harus dilakukan
secara objektif. Oleh karena itu, para pengembang kurikulum perlu bekerja
secara hati-hati serta menjauhkan diri dari kepentingan-kepentingan subyektif.[26]
Dalam tahapan ini ada beberapa kriteria yang bisa digunakan sebagai
petunjuk untuk menyeleksi isi atau bahan kurikulum. Kriteria tersebut adalah:
a.
Validitas; isi
dinyatakan valid/sahih ketika hal itu autentik/mutakhir. Isi yang valid dan
memuaskan dimasukkan sedang yang tidak sesuai kriteria, dihilangkan.
b.
Signifikansi;
isi sangat signifikan karena ia merupakan fundamen mata pelajaran dan mencakup
berbagai ragam tujuan.
c.
Minat; prinsip
belajar dan motivasi menganjurkan bahwa isi harus disesuaikan dengan minat anak
sehingga proses belajarpun menjadi lebih produktif. Tanpa itu di sana tidak
akan terjadi proses belajar. Guru harus bisa memilih isi yang bisa
mengakomodasi minat murid.
d.
Kemampuan
belajar; isi yang dipelajari harus dapat diadaptasi untuk dicocokkan dengan
kemampuan murid.
e.
Konsistensi
dengan realitas sosial; isi yang diseleksi harus bisa memberikan orientasi yang
paling berguna, relevan dengan kenyataan sosial agar murid lebih mampu memahami
fenomena dunia atau perubahan yang terjadi.
f.
Kegunaan/manfaat;
isi yang paling berguna bagi murid dalam menyelesaikan kondisi mereka sekarang
dan di masa yang akan datang harus diseleksi melalui mata pelajaran di sekolah,
bermanfaat bagi murid, masyarakat dan dunia kerja sehingga sekolah atau madrasah
harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam konteks
pengembangan PAI.[27]
g.
Keseimbangan
antara keluasan dan kedalaman.
h.
Sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai.
i.
Sesuai dengan
perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi.[28]
Adapun menurut Sudjana kriteria yang digunakan dalam
memilih materi atau isi kurikulum antara lain: Pertama, mata pelajaran
dalam rangka pengetahuan keilmuan. Artinya mata pelajaran yang dipilih sebagai isi kurikulum
harus jelas kedua-duanya dalam konteks pengetahuan ilmiah sehingga jelas apa
yang harus dipelajari (ontologi), jelas bagaimana mempelajari metodenya
(epistemologi) dan jelas manfaatnya bagi anak didik manusia. (aksiologi).
Kedua, mata pelajaran
harus tahan diuji. Artinya, mata pelajaran tersebut diperkirakan bias bertahan
sebagai pengetahuan ilmiah dalam kurun waktu tertentu sehingga kelangsungannya
relative lama tidak lekas berubah dan diganti oleh pengetahuan lain.
Ketiga, mata pelajaran harus memiliki kegunaan (fungsional)
bagi peserta didik dan masyarakat pada umumnya. Maksudnya, mata pelajaran yang
dipilih bermanfaat dan memiliki kontribusi tinggi terhadap perkembangan peserta
didik dan perkembangan masyarakat.[29]
Masih menurut Sudjana, isi kurikulum
harus dapat menentukan berhasil tidaknya suatu tujuan. Adapun isi kurikulum itu
adalah sebagai berikut:
a.
Isi
kurikulum harus sesuai tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa atau peserta
didik. Artinya, sejalan dengan tahap perkembangan anak.
b.
Isi
kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial, artinya sesuai dengan tuntutan
hidup nyata dalam masyarakat.
c.
Isi
kurikulum dapat mencapai tujuan yang komprehensif, artinya mengandung aspek
intelektual, moral, dan social secara seimbang (balance).
d.
Isi
kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji, artinya tidak
cepat lapuk hanya karena perubahan tuntutan hidup sehari-hari.
e.
Isi
kurikulum harus mengandung bahan pelajaran yang jelas, teori, prinsip, konsep
yang terdapat di dalamnya bukan hanya sekedar onformasi factual.
f.
Isi
kurikulum harus dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Isi kurikulum
disusun dalam bentuk program pendidikan yang nantunya dijabarkan dan
dilaksanakan melalui proses pengajaran/pengalaman belajar anak didik.[30]
E.
Pengembangan
Kurikulum di Madrasah dan Sekolah
Terkait dengan pengembangan Kurikulum di madrasah dan sekolah Umum
Pemerintah telah mengaturnya melalui
pasal 36 ayat (3) UUSPN No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa; Kurikulum disusun
sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) Peningkatan iman dan takwa;(b)
Peningkatan akhlak mulia;(c) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta
didik;(d) Keragaman potensi daerah dan lingkungan;(e) Tuntutan pembangunan
daerah dan nasional;(f) Tuntutan dunia kerja;(g) Perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni; (h) Agama; (i) Dinamika perkembangan global; dan (j)
Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.[31]
Berdasarkan kebijakan dan peraturan pemerintah di atas pengembangan
kurikulum setidaknya harus mencakup pointer-pointer tersebut sebagai refleksi
dalam setiap proses belajar mengajar tetapi fakta dilapangan terkadang
aplikasinya tidak sesuai dengan teori apalagi terbentuknya dikotomi pola ajar
dan substansi materi antara madrasah yang hakikatnya lebih memperbanyak mata
pelajaran agama dibandingkan dengan mata pelajaran Umum yang tergabung dalam
MI, MTs, MA sedangkan Sekolah umum substansi materinya lebih condong kepada
mata pelajaran umum dibandingkan dengan mata pelajaran agama yang porsinya 2
jam dalam setiap minggunya
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional pada pasal 37 ayat 1 mewajibkan Pendidikan Agama Islam
dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan Agama
pada jenis pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, dan khusus
disebut “Pendidikan Agama.[32]
Pada pendidikan madrasah mata pelajaran agama Islam dibagi ke dalam
beberapa sub mata pelajaran, yaitu: Al-Qur’an-Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih,
Sejarah (kebudayaan) Islam, dan Bahasa Arab. Sehinggga porsi mata pelajaran
agama Islam lebih banyak. Sementara pada pendidikan non madrasah, mata
pelajaran pendidikan agama islam digabung menjadi satu, dan porsinya hanya 2
jam per-minggu. Namun, di dalamnya, pada dasarnya juga meliputi
Al-Qur’an-Hadits, keimanan (aqidah), akhlak, ibadah-syariah-muamalah (fiqih), (dan
sejarah kebudayaan) islam.
Kelima aspek PAI tersebut dapat ditanamkan kepada peserta didik
melalui pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, yang
intinya selalu mengaitkan pembelajaran PAI dengan konteks dan
pengalaman-pengalaman hidup peserta didik yang beraneka ragam atau
konteks masalah-masalah serta situasi-situasi riil kehidupannya. Melalui
interaksi dengan lingkungan dan menginterpretasi terhadap pengetahuan dan
pengalaman hidup tersebut, maka peserta didik dapat mengkonstruksi makna dan
nilai-nilai Islam yang perlu diinternalisasikan dalam dirinya.[33]
Pendidikan agama (Islam) di sekolah pada dasarnya lebih
diorientasikan pada tataran moral action yakni agar peserta didik tidak hanya
berhenti pada tataran kompeten tetapi sampai memiliki kemauan, dan kebiasaan
dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.[34]
Pendidikan Agama Islam di sekolah termasuk dalam pelajaran
agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum (sekolah)
sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja dengan nama pelajaran
Pendidikan Agama Islam. Pengajarannya memiliki kurikulum tersendiri. Kurikulum
PAI berarti seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan
oleh guru agama untuk membantu seorang atau sekelompok siswa dalam memahai,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dan/atau menumbuhkembangkan
nilai-nilai Islam.[35]
Pendidikan agama di sekolah umum terselenggara sebagai upaya
pengintegrasian pendidikan Islam ke dalam sistem sekolah yang kurikulumnya
berorientasi pada pengetahuan umum. Hal ini merupakan langkah penyesuaian bagi
tercapainya fungsi pendidikan dalam memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat
modern. Sedangkan pendidikan agama Islam di madrasah aspek-aspek pendidikan
agama di sekolah umum menjadi sub mata pelajaran-mata pelajaran. Mata pelajaran
Al-Qur’an Hadis, mata pelajaran Aqidah Akhlak, mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam, Fiqih, dan Bahasa Arab.
Pasca keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri pada
tanggal 24 Maret 1975 yang disepakati oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri. Maka komposisi kurikulum madrasah
harus sama dengan sekolah. Dengan konsekuensi, mata pelajaran agama terdistorsi
porsinya menjadi 30% dan materi pelajaran umum mendominasi dengan
prosentase 70%.[36] Madrasah
yang pada awalnya terfokus pada pembelajaran belajar ilmu-ilmu agama, saat ini
para siswanya belajar juga ilmu-ilmu umum, matematika, sosial dan alam.
Sedangkan periode 2005 memuat struktur dan muatan kurikulum
diantaranya pendidikan Agama Islam. Sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 ayat
(1) menyatakan bahwa struktur dan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi lima kelompok mata
pelajaran sebagai berikut;
1.
Kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia
2.
Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
3.
Kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
4.
Kelompok mata
pelajaran estetika
5.
Kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk
membentu peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti,
atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
Selanjutnya dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan pula bahwa; kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan
dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan. Berdasarkan
ketentuan ini maka alokasi jam pembelajaran mata pelajaran agama menjadi 4 jam
(dari 3 menjadi 4 jam pelajaran setiap minggu).
Walhasil, seiring dengan perkembangan dan dinamika yang terjadi
dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pelaksanaan pendidikan
agama pada umumnya serta pendidikan agama Islam pada khususnya di
sekolah-sekolah umum dan madrasah tersebut semakin kokoh dengan berbagai
terbitnya perundang-undangan dan peraturan pemerintah. Tentu dalam penyeleksian
dan penetapan materi kurikulumnya harus mempertimbangkan beberapa prinsip dan
kriteria yang telah penulis jabarkan di atas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengembangan materi kurikulum menyangkut proses penentuan bahan
atau materi yang perlu dipahami oleh peserta didik. Pengembangan materi
kurikulum bersumber pada beberapa aspek, yaitu masyarakat, siswa, dan ilmu
pengetahuan. Setiap aspek harus diseimbangkan satu sama lain agar kurikulum
yang terbentuk menjadi lebih berkualitas.
1.
Sumber-Sumber
Materi Kurikulum PAI
Isi/materi kurikulum pada hakekatnya adalah semua kegiatan dan
pengalaman yang dikembangkan dan disusun dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Ada dua hal yang harus diperhatikan ketika membicarakan isi
kurikulum. Pertama, isi kurikulum didefinikan sebagai bahan atau materi
belajar dan mengajar. Kedua, dalam proses belajar mengajar, dua elemen
kurikulum yaitu isi dan metode, berinteraksi secara konstan. Wina Sanjaya
(2008) menyebutkan bahwa sebagai salah satu komponen dalam pengembangan
kurikulum, bahan atau materi kurikulum (curriculum materials) sama
pentingnya dengan merumuskan kurikulum itu sendiri karena tujuan kurikulum akan
tercapai manakala siswa mempelajari materi kurikulum. Sehingga materi kurikulum
harus bersumber pada tiga hal, yakni:
a.
Masyarakat
berserta budayanya
b.
Siswa
c.
Ilmu
pengetahuan
2.
Jenis-jenis
Materi Kurikulum PAI
Biasanya materi kurikulum yang harus dipelajari siswa terdiri dari
fakta, konsep, prinsip, hukum, dan keterampilan.
Fakta merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan data spesifik
(tunggal) baik yang telah maupun yang sedang terjadi yang dapat
diuji atau diobservasi. Konsep adalah abstraksi kesamaan atau keterhubungan dari
sekelompok benda atau sifat. Sedangkan hubungan antara dua atau lebih konsep
yang sudah teruji secara empirik dinamakan generalisasi yang selanjutnya dapat
ditarik ke dalam prinsip. Ada juga yang lebih tinggi dari generalisasi atau
prinsip, yaitu yang dinamakan teori, yakni komposisi yang dihasilkan dari
pengembangan sejumlah proposisi atau generalisasi yang dianggap memiliki
keterhubungan secara sistematis. Sedangkan Keterampilan adalah pola kegiatan
yang memiliki tujuan tertentu yang memerlukan manipulasi dan koordinasi
informasi.
3.
Kriteria Penetapan
Materi Kurikulum PAI
Secara umum, isi kurikulum itu dapat dikelompokkan menjadi 3
bagian, yaitu : (a) Logika; yaitu pengetahuan tentang benar-salah, berdasarkan
prosedur keilmuan, (b) Etika; yaitu pengetahuan tentang baik-buruk, nilai dan
moral, (c) Estetika; yaitu pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai
seni. Berdasarkan pengelompokan isi kurikulum tersebut pula, maka pengembangan
isi kurikulum harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
d.
Materi
kurikulum berupa bahan pelajaran yang terdiri dari bahan kajian/topik yang
dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
e.
Mengacu pada
pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran.
f.
Diarahkan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Di samping prinsip-prinsip tersebut, pengembang kurikulum hendaknya
memperhatikan aspek-aspek yang ada dalam isi kurikulum, yaitu: Teori, Konsep,
Generalisasi, Prinsip, Prosedur, Fakta, Istilah, Contoh, Definisi, dan
Preposisi.
Secara umum ada beberapa petimbangan dalam menetapkan materi
kurikulum baik khususnya ditinjau dari sudut siswa, yakni:
d.
Tingkat
Kematangan Siswa
e.
Tingkat
Pengalaman Anak
f.
Tarap Kesulitan
Materi
4.
Tahap
Penyeleksian Materi Kurikulum PAI
Tahap penyeleksian materi kurikulum adalah langkah-langkah yang
harus dilaksanakan oleh pengembang materi kurikulum dalam menentukan isi atau
muatan kurikulum. Ada beberapa tahap dalam menyeleksi bahan kurikulum, yakni:
f.
Identifikasi
Kebutuhan (Need assessment)
g.
Mendapatkan
Bahan Kurikulum (Assess the curriculum materials)
h.
Analisis Bahan
(Analyze the materials)
i.
Penilaian bahan
kurikulum (Appraissal of curriculum materials)
j.
Membuat
keputusan mengdopsi bahan (Make an Adoption Decision)
Dalam tahapan ini ada beberapa kriteria yang bisa digunakan sebagai
petunjuk untuk menyeleksi isi atau bahan kurikulum. Kriteria tersebut adalah: Validitas,
Signifikansi, Minat, Kemampuan belajar, Konsistensi dengan realitas sosial,
Kegunaan/manfaat, Keseimbangan antara keluasan dan kedalaman, Sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai., Sesuai dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan
teknologi.
B.
Saran
Semoga makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan sebagai
calon pendidik mengenai pengembangan materi kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Hidayat, Sholeh, Pengembangan Kurikulum Baru 2013, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Hamalik, Oemar, Kurikulum
dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik,
Jogjakarta: Ar Ruz Media, 2011
Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan. Vol.1 No.1. Maret 2010.
ISSN : 2086 – 4981
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam : di
Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2005.
Print, Murray, Curriculum Development and Design, Allen
& Unwin Pty Ltd, Australia, 1993.
Sanjaya, Wina. (2009)., Kurikulum dan
Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada.
Sofan Amari, Pengembangan dan Model
Pembelajaran dalam Kurikulum 2013, Jakarta: Pertasi Pustaka, 2013.
Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan
Pembelajaran : Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum ,
Jakarta : PT. Prestasi Pustaka Publisher, 2010.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2001), Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktik, Bandung: Rosdakarya.
Sudjana, Nana Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2002.
Tabah, Hilda, Curriculum Development: Theory and Practice,
Harcourt, Brace and World, New York, Chicago, San Fransisco, Atlanta.
UU No 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Zais, Robert, Curriculum: Principles and Foundation, Harper
and Row Publishers, New York, Hagerstown, San Fransisco, London, 1976.
[1] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2006), 5.
[2]
Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran :
Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum (Jakarta : PT. Prestasi Pustaka Publisher,
2010), 61-62.
[4] Zais, Robert, Curriculum:
Principles and Foundation, Harper and Row Publishers, New York, Hagerstown,
San Fransisco, London, 1976.
[5]
Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum……..,6-7
[6] Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam : di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005),1.
[7]
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2011), 88.
[9]
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik (Jogjakarta: Ar
Ruz Media, 2011), 211-212.
[10] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana Prenada, 2008), 114
[19] UU Sistem
Pendidikan Nasional BabIX pasal 39 ayat 1
[21] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di
Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002), 2
[22] Sholeh Hidayat,
Pengembangan Kurikulum Baru 2013, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), 62-63.
[28] Muhaimin.,
Pengembangan Kurikulum……………, 217-222, bisa juga dilihat dalam dalam
uraian yang dibahas oleh Zainal Arifin, Komponen
dan Organisasi Kurikulum, 88-89.
[29] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum………., 34.
[30] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum………., 35.
[31] Undang-Undang
tentang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal 36 ayat 3.
[32] Undang-Undang
tentang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal 37 ayat 1.
[33] Muhaimin. Wacana
Pengembagan Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
175-176.
[34]
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, 33-34
[35]
Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, 104.
[36]
Zakiah Darajat, Gigih Memperjuangkang Madrasah, dalam Amir Hamzah
Wiryosukarto dan Ahmad Fuad Efendi, Biografi KH. Imam Zarkasyi di Mata Umat, (Ponorogo:
Gontor Press, 1996). 630