BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Masalah adalah
ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak
terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu
hal yang tidak mengenakkan. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai sesuatu
proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dalam proses
pembelajaran di sekolah, sering ditemukan beberapa siswa yang mengalami
hambatan belajar, sulit meraih prestasi di sekolah, padahal telah mengikuti
pelajaran dengan sungguh-sungguh. Bahkan ditambah belajar tambahan di rumah,
tapi hasilnya tetap kurang memuaskan. Sehingga siswa terkesan lambat melakukan tugas
yang berhubungan dengan kegiatan belajar. Akibatnya, banyak siswa yang
kesulitan belajar siswa yang mengalami kesulitan belajar akan membuat dalam
proses belajar mengajar tidak mencapai ketuntasan belajar.
Fenomena kesulitan
belajar yang dialami siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya prestasi
akademik atau prestasi belajarnya. Selain prestasi akademik, kesulitan belajar
juga dapat dilihat dari perilakunya, diantarnya seperti pemalas, mudah putus
asa dan lain sebagainya. Ada dua sumber utama yang menyebabkan siswa mengalami
kesulitan belajar, yaitu berasal dari dirinya sendiri dan dari luar diri siswa.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari kesulitan belajar?
2.
Apa
saja yang menjadi faktor penyebab kesulitan belajar?
3.
Bagaimana
cara mengenal atau memahami anak didik yang mengalami kesulitan belajar?
4.
Bagaimana
usaha atau langkah-langkah untuk mengatasi kesulitan belajar?
C.
Tujuan penulisan
Untuk mengetahui tentang pengertian dari kesulitan belajar siswa berdasarkan
faktornya, dan cara untuk memahami dan mengatasi anak didik yang mengalami
kesulitan belajar tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian kesulitan belajar
Kesulitan belajar (Learning
Difficulty) adalah suatu kondisi
dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria
standar yang telah ditetapkan. Setiap
anak didik datang ke sekolah tidak lain kecuali untuk belajar di kelas agar
menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari. Sebagian besar waktu
yang tersedia oleh anak didik untuk belajar. Tidak hanya di sekolah, di rumah
pun harus ada waktu yang disediakan untuk kepentingan belajar. Tiada hari tanpa
belajar adalah ungkapan yang tepat bagi anak didik.
Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih
oleh setiap anak didik jika mereka dapat belajar secara wajar, terhindar dari
berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan. Namun, diantara mereka masih banyak
yang mengalami kesulitan belajar. Di setiap sekolah dalam berbagai jenis dan
tingkatan pasti memiliki anak didik yang berkesulitan belajar. Masalah ini
tidak hanya dirasakan oleh sekolah modern di perkotaan, tapi juga dimiliki oleh
sekolah tradisional di pedesaan dengan segala keminiman dan kesederhanaannya.
Hanya yang membedakannya pada sifat, jenis, dan faktor penyebabnya.[1]
Aktifitas belajar bagi setiap individu tidak
selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang
tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang
terasaa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang tinggi, tetapi terkadang juga
sulit untuk konsentrasi.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan
karena faktor inteligensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh faktor-faktor non inteligensi. Karena dalam kenyataannya cukup
banyak anak didik yang memiliki inteligensi yang tinggi, tetapi hasil
belajarnya rendah (jauh dari yang diharapkan). Dan juga banyak anak didik
dengan inteligensi yang rata-rata normal tetapi dapat meraih prestasi belajar
yang tinggi melebihi kepandaian anak didik dengan inteligensi yang tinggi.
Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar.[2]
Kesulitan belajar yang dirasakan oleh anak
didik dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut:
1.
Dilihat
dari jenis kesulitan belajar
a.
Ada
yang berat
b.
Ada
yang ringan
2.
Dilihat
dari bidang studi yang dipelajari
a.
Ada
yang sebagian bidang studi
b.
Ada
yang keseluruhan
3.
Dilihat
dari sifat kesulitannya
a.
Ada
yang sifatnya menetap/permanen
b.
Ada
yang hanya sementara
4.
Dilihat
dari segi faktor penyebabnya
a.
Ada
yang karena faktor inteligensi
b.
Ada
yang karena faktor non inteligensi
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat
belajar secara wajar disebabkan adanya ancaman, hambatan atau gangguan dalam
belajar.[3]
B.
Faktor penyebab kesulitan belajar
Banyak para ahli yang mengemukakan
faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dengan sudut pandang mereka
masing-masing:
1.
Faktor intern (faktor dari
dalam diri manusia itu sendiri) yang meliputi faktor fisiologi dan psikologi,
antara lain:
a.
Rendahnya
kapasitas/inteligensi anak didik (bersifat kognitif atau ranah cipta)
b.
Labilnya
emosi dan sikap (bersifat afektif atau ranah rasa). Misalnya, anak yang sedih
akan kacau pikirannya dan akan sulit untuk berkonsentrasi. Sedangkan, hubungan
kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik.
d.
Seseorang
yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensoris dan
motorisnya lemah. Bisa juga mengalami pada anak yang kurang sehat sebab ia
mudah capek, pusing dan daya konsentrasinya hilang sehingga pikirannya
terganggu.
e.
Tidak
adanya bakat yang sesuai dengan pelajaran tersebut.karena seseorang akan mudah
mempelajari apa yang sesuai dengan bakatnya.
f.
Tidak
adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran. Belajar yang tidak ada
minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakat, kebutuhan, dan sebagainya yang
menimbulkan problem pada dirinya.
g.
Kurangnya
motivasi seseorang, yang berfungsi sebagai faktor inner (batin) yang mendasari
untuk balajar. Karena, semakin besar motivasi akan semakin besar kesuksesan
belajarnya.
h.
Tipe-tipe
khusus belajar seorang anak yang bermacam, seperti: tipe visual (mudah
mempelajari bahan pelajaran yang dapat dilihat dengan alat penglihatannya),
motoris (mudah mempelajari bahan yang disajikan dalam bentuk suara), dan
individu yang bersifat motorik (mudah mempelajari bahan yang berupa tulisan,
gerakan, dan sulit mempelajari yang berupa suara dan penglihatan.[5]
2.
Faktor ekstern (yang berasal dari luar)
Faktor eksternal siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan
sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa:[6]
a.
Faktor Orang Tua
Faktor keluarga : merupakan pusat
pendidikan utama dan pertama. Tetapi juga bisa menjadi faktor penyebab
kesulitan belajar. Yang termasuk faktor ini adalah :
1) Cara mendidik orang tua yang tidak/kurang memperhatikan pendidikan anaknya
dan bimbingan orang tua yang salah akan menjadi penyebab kesulitan belajar.
karena segala yang diperbuat orang tua tanpa didasari akan ditiru oleh
anak-anaknya.[7]
2)
Hubungan
orang tua dan anak yang kurang baik. Padahal factor ini sangat penting sekali
dalam kemajuan belajar anak. Yang dimaksud hubungan disini adalah kasih sayang
penuh pengertian atau perhatian. Karena, dengan kasih sayang tersebut akan
memberikan dan menimbulkan mental yang sehat bagi anak.[8]
3)
Keadaan
ekonomi keluarga yang kurang mampu, yang mana orang tua akan merasa berat untuk
mengeluarkan biaya. Sehingga akan menimbulkan kurangnya alat belajar, dan juga
tidak mempunyai tempat belajar yang baik.
4)
Ekonomi
keluarga yang berlebihan (berlimpah ruah), bisa menjadikan mereka segan belajar
karena terlalu banyak bersenang-senang. Mungkin juga karna terlalu dimanjakan
oleh orang tuanya dan juga terlena dengan segala fasilitas yang ada.[9]
b.
Faktor Sekolah
Yang
dimaksud sekolah antara lain :
1)
Guru
dapat menjadi penyebab kesulitan belajar, apabila: Guru tidak kualited, baik
dalam pengambilan metode yang digunakan atau dalam mata pelajaran yang
dipegangnya. Hal ini bisa saja terjadi karena vak yang dipegangnya kurang
sesuai, hingga kurang menguasai, lebih-lebih kalau kurang persiapan, sehingga
cara menerangkannya kurang jelas, sukar dimengerti oleh murid-muridnya.
2)
hubungan
guru dan murid kurang baik. Hal ini bermula pada sifat dan sikap guru yang
tidak disenangi oleh murid-muridnya.
Sehingga menghambat perkembangan anak dan mengakibatkan hubungan guru
dengan murid kurang baik.
3)
Alat-alat
pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang kurang baik.
Terutama pelajaran yang bersifat praktikum.
4)
Kondisi
gedung yang kurang memenuhi persyaratan, seperti : Ruangan yang tidak ada
ventilasinya, dinding yang kotor, dan sebagainya yang menyebabkan ketidak
nyamanan, dan juga keadaan gedung yang dekat dari tempat keramaian (pasar,
pabrik, dll) sehingga menyulitkan konsentrasi dalam belajar.
5)
Waktu
sekolah dan kurangnya kedisiplinan. Apabila sekolah masuk pagi, sore, siang,
malam, maka kondisi anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal untuk menerima
pelajaran. Sebab energinya sudah berkurang, disamping itu, fisiknya juga sudah
meminta untuk istirahat, karna itu waktu yang paling optimal untuk belajar
adalah pagi.[10]
6)
Factor
media masa dan lingkungan sosial, meliputi : TV, surat kabar, majalah, dan
lain-lainnya. Hal itu akan menghambat belajar apabila anak terlalu banyak waktu
yang dipergunakan untuk itu, hingga lupa akan tugasnya untuk belajar.
c.
Faktor Lingkungan sosial
1)
Teman
bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Apabila
anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah, maka ia akan malas belajar,
sebab cara hidup anak yang bersekolah berlainan dengan anak yang tidak sekolah.
Kewajiban orang tua adalah mengawasi mereka serta mencegahnya agar mengurangi
pergaulan dengan mereka.
2)
Corak
kehidupan tetangga yang kurang baik. seperti suka main judi, minum arak, tidak
suka belajar dan menganggur akan mempengaruhi anak-anak yang bersekolah.
Minimal tidak ada motivasi bagi anak untuk belajar. Sebaliknya, jika tetangga
terdiri dari pelajar, mahasiswa, dokter, insinyur, dosen, akan mendorong
semangat belajar anak.
3)
Aktivitas
dalam masyarakat yang terlalu banyak berorganisasi akan menyebabkan belajar
anak menjadi terbengkalai. Dan dalam hal ini, diperlukan pengawasan dari orang
tua agar kegiatan ekstra diluar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas
belajarnya.[11]
C.
Cara Mengenal Anak Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Seperti telah dijelaskan bahwa anak
didik yang mengalami kesulitan belajar adalah anak didik yang tidak dapat
belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan, ataupun gangguan
dalam belajar, sehingga menampakan gejala-gejalayang bisa diamati oleh orang
lain, guru, ataupun orang tua.
Beberapa gejala sebagai indikator adanya
kesulitan belajar anak didik dapat dilihat dari petunjuk-petunjuk berikut.
1.
Menunjukkan
prestasi yang rendah, di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok anak
didik di kelas.
2.
Hasil
belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Padahal anak
didik sudah berusaha belajar dengan keras, tetapi nilainya selalu rendah.
3.
Anak
didik lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan
kawan-kawannya dalam segala hal. Misalnya mengerjakan soal-soal dalam waktu
lama baru selesai, dalam mengerjakan tugas-tugas selalu menunda waktu.
4.
Anak didik menunjukkkan sikap kurang wajar,
seperti acuh tak acuh, berpura-pura, berdusta, mudah tersinggung dan
sebagainya.
5.
Anak
didik menunjukkan tingkah laku yang tidak seperti biasanya ditunjukkan kepada
orang lain. Dalam hal ini misalnya anak didik menjadi pemurung, pemarah, selalu
bingung, selalu sedih, kurang gembira, atau mengasingkan diri dari kawan-kawan
sepermainannya.
6.
Anak
didik yang tergolong memiliki IQ ringgi, yang secara potensial mereka
seharusnya meraih prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataan mereka
mendapatkan prestasi yang rendah.
7.
Anak didik yang selalu menunjukkan prestasi
belajar tinggi untuk sebagian besar mata pelajaran, tetapi di lain waktu
prestasi belajarnya menurun drastis.[12]
Dari semua gejala yang tampak itu guru bisa
menginter-pretasi atau memprediksi bahwa
anak kemungkinan mengalami kesulitan belajar. Atau bisa juga dengan cara lain,
yaitu melakukan penyelidikan dengan cara:
a.
Observasi,
adalah suatu cara memperoleh data dengan langsung mengamati objek. Sambil
melakukan observasi, dilakukan pencatatan terhadap gejala- gejala yang tampak
pada diri objek, kemudian diseleksi untuk dipilih yang sesuai dengan tujuan
pendidikan
b.
Interview,
adalah suatu cara mendapatkan data dengan wawancara langsung terhadap orang
yang diselidiki atau terhadap orang lain (guru, orang tua atau teman baiknya)
yang dapat memberikan informasi tentang orang yang diselidikki. Interview
sebagai pendukung yang akurat dari kegiatan observasi. Keakuratan data lebih
terjamin bila kegiatan observasi dilanjutkan dengan kegiatan interview.
c.
Dokumentasi,
adalah suatu cara untuk mengatasi sesuatu dengan melihat catatan-catatan, arsip-arsip,
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan orang yang diselidiki. Teknik
dokumentasi adalah suatu cara yang sering dipakai dalam upaya mencari
faktor-faktor penyebab yang membuat anak didik mengalami kesulitan belajar. Diantara
dokumen anak didik yang perlu dicari adalah yang berhubungan dengan: Riwayat
hidup anak didik, Prestasi anak didik, Kempulan ulangan, Catatan kesehatan anak
didik, Buku rapor anak didik, Buku catatan untuk semua mata pelajaran, dan
sebagainya.
d.
Tes
Diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami anak
didik berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya. Tes diagnostik memerlukan
sejumlah soal untuk satu mata pelajaran yang diperkirakan merupakan kesulitan
bagi anak didik. Soal-soal tersebut bervariasi dan difokuskan pada kesulitan. Tes
ini biasanya dilaksanakan sebelum suatu pelajaran dimulai. Diadakan untuk
menjajaki pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai anak didik. [13]
D.
Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar
Dalam rangka usaha mengatasi kesulitan
belajar tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan mencari faktor-faktor yang diduga
sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari sumber-sumber penyebab utama dan
sumber-sumber penyebab penyerta lainnya mutlak dilakukan secara akurat, efektif
dan efisien.
Secara garis besar, langkah-langkah
yang perlu ditempuh dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar anak didik,
dapat dilakukan dengan melalui enam tahap, yaitu pengumpulan data, pengolahan
data, diagnostik, pragnosis, treatment, dan evaluasi.
1.
Pengumpulan Data
Untuk menemukan sumber penyebab
kesulitan belajar diperlukan banyak informasi. Untuk memperoleh informasi perlu
diadakan pengamatan langsung terhadap objek yang bermasalah. Teknik interview
(wawancara) ataupun taknik dokumentasi dapat dipakai untuk mengumpulkan data.
Baik teknik observasi dan interview maupun dokumentasi, ketiganya saling
melengkapi dalam rangka keakuratan data.
Usaha lain yang dapat dilakukan
dalam usaha pengumpulan data bisa melalui kegiatan sebagai berikut: Kunjungan
rumah, Case study, Case history, Daftar pribadi, Meneliti pekerjaan anak, Meneliti
tugas kelompok, Melaksanakan tes, baik tes IQ maupun tes prestasi.
Dalam pelaksanaannya, semua metode
itu tidak meski digunakan bersama-sama, tetapi tergantung pada masalahnya,
kompleks atau tidak. Semakin rumit masalahnya, maka semakin banyak kemungkinan
yang dapat digunakan. Jika masalahnya sederhana, mungkin dengan satu metode
sudah cukup untuk menemukan faktor apa yang menyebabkan kesulitan belajar anak.
Dan dalam pengumpulan data tidak
perlu mencari informasi sebanyak-banyaknya. Sebab setiap informasi yang
diterima belum tentu data. Informasi yang simpang siur justru membingungkan.
Oleh karenanya, yang betul adalah carilah banyak informasi melalui sumber yang
tepat untuk mendapatkan data selengkap-lengkapnya. Sehingga data yang lengkap
itu dapat diolah dengan cermat dan sebaik mungkin.[14]
2.
Pengolahan data
Data yang telah terkumpul tidak aka
nada artinya jika tidak diolah secara cermat. Factor-faktor penyebab kesulitan
balajar anak didik jelas tidak dapat diketahui, karena data yang trkumpul itu
masih mentah, belum dianalisis dengan saksama. Langkah-langkah yang dapat
ditempuh dalam pengolahan data adalah sebagai berikut: Identifikasi kasus,
membandingkan antarkasus, Membandingkan dengan hasil tes, dan menarik
kesimpulan.
3.
Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan
(penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Tentu saja keputusan yang
diambil itu setelah dilakukan analisis terhadap data yang diolah itu. Diagnosis
dapat berupa hal-hal sebagai berikut.
a.
Keputusan
mengenai jenis kesulitan belajar anak didik yaitu berat dan ringannya tingkat
kesulitan yang dirasakan anak didik.
b.
Keputusan
mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak
didik.
c.
Keputusan
mengenai faktor utama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak
didik.
Karena diagnosis adalah penentuan
jenis penyakit dengan meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya atau proses
pemeriksaan terhadap hal yang dipandang tidak beres, maka agar akurasi
keputusan yang diambil tidak keliru tentu saja diperlukan kecermatan dan
ketelitian yang tinggi. Untuk mendapatkan hasil yang menyakinkan itu sebaiknya
minta bantuan tenaga ahli dalam bidang keahlian mereka masing-masing.[15]
4.
Pragnosis
Keputusan yang diambil berdasarkan
hasil diagnosis dilakukan kegiatan penyusunan program dan penetapan ramalan
mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya keluar dari
kesulitan belajar.
Dalam penyunsunan program bantuan
terhadap anak didik yang berkesulitan belajar dapat diajukan
pertanyaan-pertanyan dengan mengggunakan rumus 5W + 1H.
5.
Treatment
Treatment adalah perlakuan.
Perlakuan di sini dimaksudkan adalah bantuan kepada anak didik yang mengalami
kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap
prognosis. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan adalah: Melalui
bimbingan belajar individual, bimbingan belajar kelompok, remedial teaching
untuk mata pelajaran tertentu, bimbingan orang tua di rumah, Pemberian
bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis, mengenai cara
belajar yang baik secara umum, dan juga mengenai cara belajar yang baik sesuai
dengan karakteristik setiap mata pelajaran.
Ketepatan treatment yang diberikan
kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sangat tergantung kepada
ketelitian dalam pengumpulan data, pengolahan data, dan diagnosis. Tapi bisa
juga pengumpulan datanya sudah lengkap dan pengolahan datanya dengan cermat,
tetapi diagnosis yang diputuskan keliru, disebabkan kesalahan analisis, maka
treatment yang diberikan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar pun
tidak akurat.
Oleh karenanya, kecermatan dan
ketelitian tingkat tinggi sangat dituntut dalam pengumpulan data, pengolahan
data dan diagnosis, sehingga pada akhirnya treatment benar-benar menganai objek
dan subjek persoalan.[16]
6.
Evaluasi
Evaluasi di sini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah treatment yang telah diberikan berhasil dengan baik. Artinya
ada kemajuan, yaitu anak dapat dibantu keluar dari lingkaran masalah kesulitan
belajar atau gagal sama sekali.
Kemungkinan gagal atau berhasil
treatment yang telah diberikan kepada anak, dapat diketahui sampai sejauh mana
kebenaran jawaban anak terhadap item-item soal yang diberikan dalam jumlah
tertentu dan dalam materi tertentu melalui alat evaluasi berupa tes prestasi
belajar atau achievement test. Bila jawaban anak sebagian besar banyak yang
salah, itu sebagai pertanda bahwa treatment gagal. Karenanya, perlu pengecekan
kembali dengan cara mencari faktor-faktor penyebab dari kegagalan itu.
Ada kemungkinan data yang terkumpul
kurang lengkap, program yang disusun tidak jelas dan tepat, atau diagnosis yang
diambil tidak akurat karena kesalahan membaca data, sehingga berdampak langsung
pada treatment yang bias. Kemungkinan lain bisa juga terjadi. Datanya lengkap,
pengolahan datanya dengan cermat dan teliti, akurasi diagnosis meyakinkan, dan
prognosis dengan jelas dan sistematis, tetapi karena treatment yang diberikan
kepada anak yang mengalami kesulitan belajar tidak sungguh-sungguh, terkesan
asal-asalan, juga menjadi pangkal penyebab gagalnya usaha mengatasi kesulitan
belajar anak.
Agar tidak terjadi kesalahan
pengertian, di sini perlu ditegaskan bahwa pengecekan kembali hanya dilakukan
bila terjadi di kegagalan treatment berdasarkan evaluasi, di mana hasil
prestasi belajar anak didik masih
rendah, di bawah standar. Dalam rangka pengecekan kembali atas kegagalan
treatment, secara teoritis lengkah-langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai
berikut: Re-ceking data (baik yang berhubungan dengan masalah pengumpulan
maupun pengolahan data), Re-diagnosis, Re-prognosis, Re-treatment, Re-evaluasi.
Bila treatment gagal harus diulang.
Kegagalan treatment yang kedua harus diulangi dengan treatment berikutnya.
Begitulah seterusnya sampai benar-benar dapat mengeluarkan anak didik dari
kesulitan belajar. Sebab satu masalah belum selesai, maka masalah lain masih
menunggu untuk ditangani.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada dasarnya semua
anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda
satu dengan yang lainnya. Pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan
tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung.
Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat
menggangu kemampuan yang lain.
Dengan demikian apa
yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru
dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan
anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita
ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu
kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting
bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis
terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan.
Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak,
sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi
kesulitan tersebut.
B.
Saran
Kesulitan siswa dalam belajar merupakan
suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Dalam hal ini
pendidik dalam hal ini guru di sekolah dan orang tua di rumah dituntut untuk
mengerti jenis masalah yang dihadapi oleh siswa atau anak. Dengan memahami
jenis masalah, diharapkan pendidik mempu memberikan solusi penanggulangan
sesuai dengan masalah yang bersangkutan.