mouse

Multicursor - Busy

Sabtu, 25 Oktober 2014

Moral dan Etika dalam Praktik Konseling



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang

Dalam pembahasan moral, nilai dan etika dalam konseling ini. Ada beberapa pembahasan yang perlu diketahui. Yang pertama yakni nilai konseling, yang membahas seberapa penting konseling dalam dunia pendidikan ini, kemudian akan dibahas juga tentang etika dan pemikiran moral yang didialamnya mencakup empat aspek. Yakni intuisi personal, panduan etik yang di bakukan oleh organisasi profesi, prinsip etik, dan teori umum tindakan moral.

Dalam menghadapai suatu permasalahan di butuhkan waktu yang lama bagi profesi konseling dan psikoterapi untuk menghadapi suatu dimensi etikdan moral praktik teraputik. Maka dari itu dibutuhkan adanya kecakapan dalam menghadapi suatu permasalahan serta pemikiran yang matang untuk memecahakan solusi permaslahan tersebut. Dalam  makalah ini akan di bahas lebuh lanjut tentang aplikasi prinsi moral dan kode etik dari teori ke praktik.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan nilai dalam konseling ?
2.      Jelaskan tentang etika dan pemikiran moral serta empat level pemikiran moral ?
3.      Bagaimana aplikasi prinsip moral dan kode etik dari teori ke praktik ?

C.    Tujuan

1.      Memahami nilai dalam konseling
2.      Mengerti serta memahami etika dan pemikiran moral dalam konseling
3.      Untuk mengetahui aplikasi prinsip dank ode etik dari teori ke praktik

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Nilai dalam konseling
Maslow dan roger menekankan tentang arti penting dari konsep nilai. Yakni nilai dapat didefinisikan sebagai keyakinan kuat bahwa suatu kondisi akhir atau mode perbuatan adalah sesuatu yang bisa diterima.[1]
Kemudian Rokeach (1973) membedakan antara nilai “instrumental” dan “terminal”. Nilai instrumental berkaitan dengan cara yang menjadikan tujuan ini dapat dicapai.  Misalnya seperti melalui kompetensi, kejuaraan ata ambisi.
Nilai para konselor juga mempengaruhi nilai yang dipegang oleh klien. Jadi nilai dalam konseling yakni : keyakinan kuat bahwa suatu kondisi akhir adalahsesuatu yang bisa diterima.Sedangkan nilai dari konselor mempengaruhi nilaiyang dipegang oleh konseli.
B.     Etika dan Pemikiran Moral
Kitchener (1984) mengidentifikasi empat level pemikiran moral yang dijadikan sandaran oleh konselor. Yakni intuisi personal, panduan etik yang dibakukan oleh organisasi profesi, prinsip etik, dan teori umum tindakan moral.
a.       Intuisi personal
Kedekatan perasaan konselor terhadap seorang klien. Pola piker intuitif personal berada dalam diri konselor yang sangat esensial.  Konseling adalah pekerjaan yang sangat sulit dimonitori secara eksternal, dank arena itu snagnat tergantung oleh kualitas moral seseorang. 
b.      Panduan etik yang dibakukan oleh organisasi profesi
Kode etik ini dikembangkan bukan hanya untuk melindungi klien dari pelecehan atau malpraktik yang dilakukan oleh konselor, tetapi juga untuk melindungi profesi konseling dari campur tangan pemerintah dan menguatkan kliannya untuk mengontrol bidang kepakaran profesi tertentu. Komite kode etik dank ode praktik berfungsi menunjukkan kepada duni luar bahwa konseling berjalan sesuai aturan, bahwa konselor dapat dianadalkan untuk memberikan pelayanan professional.

c.       Prinsip etik
Terdapat 5 prinsip moral yakni otonomi, non maleficence, kebaikan, keadilan, dan loyalitas.
Otonomi yakni kebebasan berfikir dan bertindak dalam suatu problematika. Konsep eotonomian seseorang adalah kondisi ideal yang jelas tidak akan dapat dicapai oleh banyak masyarakat dimana control dan pemaksaan kehendak adalah sesuatu yang bisa terjadi. Dan konsep otonom ini sangat penting dalam konseling sehingga banyak konselor yang menilai konseling tidak akan terjadi kecuali apabila klien memilih dengan sukarela untuk berpartisispasi. Tidak etis untuk memulai konseling  kecuali klien tersebut sadar apa yang sedang terjadi dan memberikan izin untuk melanjutkannya.
Non malefience muncul pada bidang teknik terapi yang beresiko dan berbahaya. Biasanya klien mulai merasa tidak nyaman sepanjang sesi konsleing. Dalam teknik ini biasanya konsleor tidak menyadari bahwa kliennya merasa tidak nyaman selama proses konseli.
Prinsip keadilan yakni psikolog harus memiliki komitmen berlaku adil yang melampaui komitmen yang dibuat oleh orang-orang biasa. Sepakat untuk mengutamakan harga diri dan kehormatan tiap individu, maka kita diminta untuk memperhatikan ekualitas penanganan terhadap semuai individu. Kondisi yang saling percaya dan menghormati merupakan fondasi hubungn konsleor-klien yang tidak meudah dihancurkan oleh perilaku yang diskriminatif.
Loyalitas atau kesetiaan yakni aturan dalam kerahasiaan dalam konseling jga merefleksikan nilai penting fidelitas. Konseling yang berkaitan dengan kesetiaan adalah melaksanakan kontrak. Praktisis yang telah menerima klien untuk konseling, secara eksplisit, maupun emplisit telah emningkatkan kontrak untuk mendampingi klien dan membrikan usaha terbaikknya untuksebuah kasus.
·         Competence (Kemampuan)
Psikolog harus benar-benar melakukan tugasnya sebaik mungkin (sebaik-baiknya). Ia menyadari bahwa batasan dirinya bergantung pada bidang yang sudah dipelajari dan diterimanya. Ia menyadari bahwa kelompok yang berbeda membutuhkan penanganan secara berbeda pula. Ia harus senantiasa bersedia belajar.
·         Integrity (Integritas)
Ia perlu memelihara integritas pribadi: jujur, adil, dan menghormati orang lain, mengerti nilai-nilai kehidupan, keinginan-keinginan, dan keterbatasan diri pribadinya.
·         Profesional and Scientific Responsibility (Tanggung Jawab Profesional dan Ilmiah)
Ia harus memiliki tanggung jawab profesional. Tidak bertindak sembarangan. Perlu berkonsultasi dengan orang-orang atau lembaga yang berpengalaman dan lebih profesional. Tentang moralitas, psikolog boleh meyakini nilai-nilai itu tetapi tidak boleh merusak terapi. Nilai hidup pribadinya tidak boleh merusak kualitas pekerjaannya. Misalnya, jika ia seorang lesbian, ia tidak boleh memaksakan kliennya agar bersikap permisif terhadap perilaku lesbian. Setiap psikolog harus memerhatikan rekan sekerjanya. Jika ia mengetahui ada yang nakal, ia harus melaporkan rekannya untuk diproses pencabutan izin bekerjanya.
Standar Etika
Prinsip Umum
1. Boundaries of Competence: Kita hanya memberikan layanan yang sesuai dengan training dan pendidikan yang kita terima dan pelajari.
2. Describing the Nature and Results of Psychological Services:
(a) Beritahukan klien apa yang akan kita berikan dan lakukan kepadanya. Setelah selesai, kita wajib memberitahukan kepadanya, supaya ia tidak merasa dirugikan.
(b) Jika kita bekerja untuk suatu lembaga dan diwajibkan melapor kepada lembaga itu, kita harus meminta izin kepada klien.
3. Sexual Harrasment (pelecehan seksual):
(a) Tidak boleh melakukan pelecehan seksual, memikat klien secara seksual, dan atau berperilaku yang bermuatan seksual.
(b) Kita tidak boleh membedakan klien berdasarkan jenis kelamin.
4. Personal Problems and Conflics:
(a) Kita tidak boleh membahayakan klien karena masalah diri kita sendiri (misalnya, kita sedang marah kepada istri di rumah, lalu marah kepada klien).
(b) Jika memunyai masalah pribadi, segera cari pertolongan (jangan terlalu lama). Sementara itu, berhentilah sementara sebagai konselor.
5. Avoiding Harm: Kita tidak boleh merugikan klien. Harus menghindari gangguan.
6. Misuse of Psychologists' Influence: Kita tidak boleh memberikan pengaruh untuk menekan klien. Misalnya, memberi pertimbangan yang keliru demi kepentingan kita.
7. Multiple relationships: Kita tidak bisa menghindari persahabatan dengan klien, namun jangan sampai persahabatan itu mengganggu dan merugikan proses terapi kita. Bila perlu, jagalah jarak dengan klien.
8. Barter (With Patient or Clients): Dalam terapi yang serius, jangan menerima kado atau hadiah dalam bentuk apa pun. Pemberian yang bersifat tidak anti-teraupetik (membangun) boleh diterima dan harus dijaga agar tidak mengekploitasi hubungan itu.[2]

d.      Teori umum tindakan moral
Dari perspektif “kebijakan” dalam pembuatan keputusan moral, hal terpenting adalah menjaga diskusi tersebut tetap terbuka, ketimbang memperkirakan adanay jawaban yang valid dan baku terhadap moral.  Dengan mengidentifikasi serangkaian kualitas personal yang harus di miliki oleh semua praktisi yakni[3]:
Ø  Empati
Kemampuan untuk mengomunikasikan pemahaman terhadap pengalaman orang lain dari perspektif orang itu sendiri.
Ø  Ketulusan
Komitmen pribadi untuk konsisten terhadap apa yang dinyatakan dan apa yang dilakukan.
Ø  Integritas
Kesederhanaan, kejujuran, dan koherensi pribadi.
Ø  Fleksibilitas
Kemampuan untuk menangani apa yang menjadi perhatian klien tanpa harus mengacuhkan secara personal.
Ø  Rasa hormat
Menunjukkan keyakinan diri yang sama kepada orang lain dan pemahaman mereka terhadap diri mereka sendiri
Ø  Kesederhanaan
Kemampuan untuk menilai dan memahami kekuatan dan kelemahan seseorang
Ø  Kompetensi
Keterampilan pengetahuan efektif yang dibutuhkan untuk melakukan apa yang di persyaratkan.
Ø  Keadilan
Aplikasi criteria yang tepat secara konsisten untuk menginformasikan keputusan dan tindakan.
Ø  Kebijakan
Memiliki kemampuan untuk menilai sebagai dasar untuk bertindak.

Ø  Keberanian

Kapasitas untuk bertindak tanpa terpengaruh rasa takut, risiko, dan ketidak pastian.

C.    Aplikasi prinsip moral dan kode etik dari teori ke praktik
Aplikasi kode moraldalam praktik konseling menekankan lima daerah kesulitan utama yakni bagi siapa konselor yang dianggap accountable, persuasi aktif dan tantangan, eksistensi peran ganda, pelecehan dan eeksploitasi klien, isu yang berkenaan dengan sentuhan.[4]
Hubungan ganda dalam konseling dan psikoterapi terjadi ketika si terapis juga terlibat dalam hubungan yang sama sekali berbeda dengan klien.  Hubungan ganda dapat menjadi masalah yang serius pada konseling dalam setting pendidikan. Bond menunjukkan bahwa banyak konselor sekolah dan mahasiswa yang juga berperan sebagai guru atau tutor, karena itu batasan-batasan antara peran-peran ini harus jelas.
Eksploitasi seksual Klien bates dan Brodsky (1989) memberikaan satu laporan seksual terhadap klien. Dan kasus ini dipelajari secara mendalam. Yakni sebagai berikut
1.      Terapi yang efektif dapat mengandung fase diamana klien sangat tergantung kepada konsleor, dan membuka diri untuk saran atau manipulasi.
2.      Dalam lingkaran hubungan konseli yang penuh rahasia, di mungkinkan bagi konselor untuk melakukan perbuatan etis tidak etis dengan kecenderungan yang sangat minim diketahui.
3.      Focus konsleing terhadap kepribadain dan sisi dalam kehidupan klien mungkin akan berakibat klien menyalahkan diri sendiri dan merasa ketidak mampuan dirinya terhadap apa yang terjadi.
4.      Klien yang mengalami pelecehan seksual oleh professional akan sangat sulit untul menerima penyembuhan.
                     Cara menghadapinya dengan strategi untuk menghadapi ketertarikan yakni dengan:
1.      Akui perasaan anda
2.      Pisahkan perasaan pribadi anda
3.      Hindari untuk mencari maslah klien yang bukan masalah anda
4.      Jangna pernah memberikan masalah anda kepada klien dll.
Isu etika dalam penggunaan sentuhan harus secara tepat dan klinis yakni
1.      Klien ingin menyentuh dan disentuh
2.      Tujuan dari sentuhan jelas
3.      Sentuhan tersebut jelas ditujukan demi kepentingan klien
4.      Klien memahami konsep penguatan dan telah menunkukkan kemampuan untuk menggunakan konsep ini dalam terapi
5.      Terapis memiliki dasar pengetahuan cukup tentang pengaruh penggunaan sentuhan
6.      Batasan yang mengatur penggunaan sentuhan jelas dipahami oleh klien dan terapis
7.      Cukup waktu untuk tetap berada dalam sesi terapi untuk memproses interaksi sentuhan
8.      Hubungan terapis-klien berkembang dengan cukup
9.      Sentuhan dapat ditawarkan kepada semua tipe klien
10.  Konsultasi/Supervisi tersedia dan dapat digunakan
11.  Terapis merasa nyaman dengan sentuhan
Dan sangat tidak disarankan secara klinis menggunakan sentuhan ketika :
1.      Focus dari terapis tersebut melibatkan kandungan seksual yang berkaitan dengan sentuhan
2.      Adanya risiko kekerasan
3.      Sentuhan tersebut terjadi secara sembunyi-sembunyi
4.      Terapis dll.


BAB III
KESIMPULAN

Nilai para konselor juga mempengaruhi nilai yang dipegang oleh klien. Jadi nilai dalam konseling yakni : keyakinan kuat bahwa suatu kondisi akhir adalahsesuatu yang bisa diterima.Sedangkan nilai dari konselor mempengaruhi nilaiyang dipegang oleh konseli.
Kitchener (1984) mengidentifikasi empat level pemikiran moral yang dijadikan sandaran oleh konselor. Yakni intuisi personal, panduan etik yang dibakukan oleh organisasi profesi, prinsip etik, dan teori umum tindakan moral.

Aplikasi kode moraldalam praktik konseling menekankan lima daerah kesulitan utama yakni bagi siapa konselor yang dianggap accountable, persuasi aktif dan tantangan, eksistensi peran ganda, pelecehan dan eeksploitasi klien, isu yang berkenaan dengan sentuhan.










DAFTAR PUSTAKA

John McLEOD. Pengantar konseling teori study kasus , Jakarta kencana 2010 cet ke 3
Simanjuntak julianto, perlengkapan seorang konselor, Jakarta: layanan konseling keluarga 2007


[1] John McLEOD. Pengantar konseling teori study kasus , Jakarta kencana 2010 cet ke 3 hal 429
[2] Simanjuntak julianto, perlengkapan seorang konselor, Jakarta: layanan konseling keluarga 2007 hlm 389-399
[3] John McLEOD. Pengantar konseling teori study kasus , Jakarta kencana 2010 cet ke 3 hal 440
[4] John McLEOD. Pengantar konseling teori study kasus , Jakarta kencana 2010 cet ke 3 hal 430

Tidak ada komentar:

Posting Komentar