BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dalam pembahasan moral, nilai dan
etika dalam konseling ini. Ada beberapa pembahasan yang perlu diketahui. Yang
pertama yakni nilai konseling, yang membahas seberapa penting konseling dalam
dunia pendidikan ini, kemudian akan dibahas juga tentang etika dan pemikiran
moral yang didialamnya mencakup empat aspek. Yakni intuisi personal, panduan
etik yang di bakukan oleh organisasi profesi, prinsip etik, dan teori umum
tindakan moral.
Dalam menghadapai suatu permasalahan
di butuhkan waktu yang lama bagi profesi konseling dan psikoterapi untuk
menghadapi suatu dimensi etikdan moral praktik teraputik. Maka dari itu
dibutuhkan adanya kecakapan dalam menghadapi suatu permasalahan serta pemikiran
yang matang untuk memecahakan solusi permaslahan tersebut. Dalam makalah ini akan di bahas lebuh lanjut
tentang aplikasi prinsi moral dan kode etik dari teori ke praktik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan nilai dalam konseling ?
2.
Jelaskan
tentang etika dan pemikiran moral serta empat level pemikiran moral ?
3.
Bagaimana
aplikasi prinsip moral dan kode etik dari teori ke praktik ?
C.
Tujuan
1.
Memahami
nilai dalam konseling
2.
Mengerti
serta memahami etika dan pemikiran moral dalam konseling
3.
Untuk
mengetahui aplikasi prinsip dank ode etik dari teori ke praktik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Nilai dalam konseling
Maslow dan
roger menekankan tentang arti penting dari konsep nilai. Yakni nilai dapat
didefinisikan sebagai keyakinan kuat bahwa suatu kondisi akhir atau mode
perbuatan adalah sesuatu yang bisa diterima.[1]
Kemudian
Rokeach (1973) membedakan antara nilai “instrumental” dan “terminal”. Nilai
instrumental berkaitan dengan cara yang menjadikan tujuan ini dapat dicapai. Misalnya seperti melalui kompetensi,
kejuaraan ata ambisi.
Nilai para
konselor juga mempengaruhi nilai yang dipegang oleh klien. Jadi nilai dalam
konseling yakni : keyakinan kuat bahwa suatu kondisi akhir adalahsesuatu yang
bisa diterima.Sedangkan nilai dari konselor mempengaruhi nilaiyang dipegang
oleh konseli.
B.
Etika dan Pemikiran Moral
Kitchener
(1984) mengidentifikasi empat level pemikiran moral yang dijadikan sandaran
oleh konselor. Yakni intuisi personal, panduan etik yang dibakukan oleh organisasi
profesi, prinsip etik, dan teori umum tindakan moral.
a.
Intuisi
personal
Kedekatan perasaan konselor terhadap seorang klien. Pola piker
intuitif personal berada dalam diri konselor yang sangat esensial. Konseling adalah pekerjaan yang sangat sulit
dimonitori secara eksternal, dank arena itu snagnat tergantung oleh kualitas
moral seseorang.
b.
Panduan
etik yang dibakukan oleh organisasi profesi
Kode etik ini
dikembangkan bukan hanya untuk melindungi klien dari pelecehan atau malpraktik
yang dilakukan oleh konselor, tetapi juga untuk melindungi profesi konseling
dari campur tangan pemerintah dan menguatkan kliannya untuk mengontrol bidang
kepakaran profesi tertentu. Komite kode etik dank ode praktik berfungsi
menunjukkan kepada duni luar bahwa konseling berjalan sesuai aturan, bahwa
konselor dapat dianadalkan untuk memberikan pelayanan professional.
c.
Prinsip
etik
Terdapat 5
prinsip moral yakni otonomi, non maleficence, kebaikan, keadilan, dan
loyalitas.
Otonomi yakni
kebebasan berfikir dan bertindak dalam suatu problematika. Konsep eotonomian
seseorang adalah kondisi ideal yang jelas tidak akan dapat dicapai oleh banyak
masyarakat dimana control dan pemaksaan kehendak adalah sesuatu yang bisa
terjadi. Dan konsep otonom ini sangat penting dalam konseling sehingga banyak
konselor yang menilai konseling tidak akan terjadi kecuali apabila klien
memilih dengan sukarela untuk berpartisispasi. Tidak etis untuk memulai
konseling kecuali klien tersebut sadar
apa yang sedang terjadi dan memberikan izin untuk melanjutkannya.
Non malefience
muncul pada bidang teknik terapi yang beresiko dan berbahaya. Biasanya klien
mulai merasa tidak nyaman sepanjang sesi konsleing. Dalam teknik ini biasanya
konsleor tidak menyadari bahwa kliennya merasa tidak nyaman selama proses
konseli.
Prinsip
keadilan yakni psikolog harus memiliki komitmen berlaku adil yang melampaui
komitmen yang dibuat oleh orang-orang biasa. Sepakat untuk mengutamakan harga
diri dan kehormatan tiap individu, maka kita diminta untuk memperhatikan
ekualitas penanganan terhadap semuai individu. Kondisi yang saling percaya dan
menghormati merupakan fondasi hubungn konsleor-klien yang tidak meudah dihancurkan
oleh perilaku yang diskriminatif.
Loyalitas atau
kesetiaan yakni aturan dalam kerahasiaan dalam konseling jga merefleksikan
nilai penting fidelitas. Konseling yang berkaitan dengan kesetiaan adalah
melaksanakan kontrak. Praktisis yang telah menerima klien untuk konseling,
secara eksplisit, maupun emplisit telah emningkatkan kontrak untuk mendampingi
klien dan membrikan usaha terbaikknya untuksebuah kasus.
·
Competence (Kemampuan)
Psikolog harus
benar-benar melakukan tugasnya sebaik mungkin (sebaik-baiknya). Ia menyadari
bahwa batasan dirinya bergantung pada bidang yang sudah dipelajari dan
diterimanya. Ia menyadari bahwa kelompok yang berbeda membutuhkan penanganan
secara berbeda pula. Ia harus senantiasa bersedia belajar.
·
Integrity (Integritas)
Ia perlu memelihara
integritas pribadi: jujur, adil, dan menghormati orang lain, mengerti
nilai-nilai kehidupan, keinginan-keinginan, dan keterbatasan diri pribadinya.
·
Profesional and Scientific Responsibility
(Tanggung Jawab Profesional dan Ilmiah)
Ia harus
memiliki tanggung jawab profesional. Tidak bertindak sembarangan. Perlu
berkonsultasi dengan orang-orang atau lembaga yang berpengalaman dan lebih
profesional. Tentang moralitas, psikolog boleh meyakini nilai-nilai itu tetapi
tidak boleh merusak terapi. Nilai hidup pribadinya tidak boleh merusak kualitas
pekerjaannya. Misalnya, jika ia seorang lesbian, ia tidak boleh memaksakan
kliennya agar bersikap permisif terhadap perilaku lesbian. Setiap psikolog
harus memerhatikan rekan sekerjanya. Jika ia mengetahui ada yang nakal, ia
harus melaporkan rekannya untuk diproses pencabutan izin bekerjanya.
Standar Etika
Prinsip Umum
1. Boundaries
of Competence: Kita hanya memberikan layanan yang sesuai dengan training
dan pendidikan yang kita terima dan pelajari.
2. Describing
the Nature and Results of Psychological Services:
(a) Beritahukan
klien apa yang akan kita berikan dan lakukan kepadanya. Setelah selesai, kita
wajib memberitahukan kepadanya, supaya ia tidak merasa dirugikan.
(b) Jika kita
bekerja untuk suatu lembaga dan diwajibkan melapor kepada lembaga itu, kita
harus meminta izin kepada klien.
3. Sexual
Harrasment (pelecehan seksual):
(a) Tidak boleh
melakukan pelecehan seksual, memikat klien secara seksual, dan atau berperilaku
yang bermuatan seksual.
(b) Kita tidak
boleh membedakan klien berdasarkan jenis kelamin.
4. Personal
Problems and Conflics:
(a) Kita tidak
boleh membahayakan klien karena masalah diri kita sendiri (misalnya, kita
sedang marah kepada istri di rumah, lalu marah kepada klien).
(b) Jika
memunyai masalah pribadi, segera cari pertolongan (jangan terlalu lama).
Sementara itu, berhentilah sementara sebagai konselor.
5. Avoiding Harm: Kita tidak boleh
merugikan klien. Harus menghindari gangguan.
6. Misuse of
Psychologists' Influence: Kita tidak boleh memberikan pengaruh untuk
menekan klien. Misalnya, memberi pertimbangan yang keliru demi kepentingan
kita.
7. Multiple
relationships: Kita tidak bisa menghindari persahabatan dengan klien, namun
jangan sampai persahabatan itu mengganggu dan merugikan proses terapi kita.
Bila perlu, jagalah jarak dengan klien.
8. Barter
(With Patient or Clients): Dalam terapi yang serius, jangan menerima kado
atau hadiah dalam bentuk apa pun. Pemberian yang bersifat tidak anti-teraupetik
(membangun) boleh diterima dan harus dijaga agar tidak mengekploitasi hubungan
itu.[2]
d.
Teori
umum tindakan moral
Dari perspektif
“kebijakan” dalam pembuatan keputusan moral, hal terpenting adalah menjaga
diskusi tersebut tetap terbuka, ketimbang memperkirakan adanay jawaban yang
valid dan baku terhadap moral. Dengan
mengidentifikasi serangkaian kualitas personal yang harus di miliki oleh semua
praktisi yakni[3]:
Ø Empati
Kemampuan untuk mengomunikasikan pemahaman terhadap pengalaman
orang lain dari perspektif orang itu sendiri.
Ø Ketulusan
Komitmen pribadi untuk konsisten terhadap apa yang dinyatakan dan
apa yang dilakukan.
Ø Integritas
Kesederhanaan, kejujuran, dan koherensi pribadi.
Ø Fleksibilitas
Kemampuan untuk menangani apa yang menjadi perhatian klien tanpa
harus mengacuhkan secara personal.
Ø Rasa hormat
Menunjukkan keyakinan diri yang sama kepada orang lain dan
pemahaman mereka terhadap diri mereka sendiri
Ø Kesederhanaan
Kemampuan
untuk menilai dan memahami kekuatan dan kelemahan seseorang
Ø Kompetensi
Keterampilan pengetahuan efektif yang dibutuhkan untuk melakukan
apa yang di persyaratkan.
Ø Keadilan
Aplikasi criteria yang tepat secara konsisten untuk
menginformasikan keputusan dan tindakan.
Ø Kebijakan
Memiliki kemampuan untuk menilai
sebagai dasar untuk bertindak.
Ø Keberanian
Kapasitas untuk
bertindak tanpa terpengaruh rasa takut, risiko, dan ketidak pastian.
C.
Aplikasi prinsip moral dan kode etik dari teori ke praktik
Aplikasi kode
moraldalam praktik konseling menekankan lima daerah kesulitan utama yakni bagi
siapa konselor yang dianggap accountable, persuasi aktif dan tantangan,
eksistensi peran ganda, pelecehan dan eeksploitasi klien, isu yang berkenaan
dengan sentuhan.[4]
Hubungan ganda
dalam konseling dan psikoterapi terjadi ketika si terapis juga terlibat dalam
hubungan yang sama sekali berbeda dengan klien.
Hubungan ganda dapat menjadi masalah yang serius pada konseling dalam
setting pendidikan. Bond menunjukkan bahwa banyak konselor sekolah dan
mahasiswa yang juga berperan sebagai guru atau tutor, karena itu
batasan-batasan antara peran-peran ini harus jelas.
Eksploitasi
seksual Klien bates dan Brodsky (1989) memberikaan satu laporan seksual
terhadap klien. Dan kasus ini dipelajari secara mendalam. Yakni sebagai berikut
1.
Terapi
yang efektif dapat mengandung fase diamana klien sangat tergantung kepada
konsleor, dan membuka diri untuk saran atau manipulasi.
2.
Dalam
lingkaran hubungan konseli yang penuh rahasia, di mungkinkan bagi konselor
untuk melakukan perbuatan etis tidak etis dengan kecenderungan yang sangat
minim diketahui.
3.
Focus
konsleing terhadap kepribadain dan sisi dalam kehidupan klien mungkin akan
berakibat klien menyalahkan diri sendiri dan merasa ketidak mampuan dirinya
terhadap apa yang terjadi.
4.
Klien
yang mengalami pelecehan seksual oleh professional akan sangat sulit untul
menerima penyembuhan.
Cara
menghadapinya dengan strategi untuk menghadapi ketertarikan yakni dengan:
1.
Akui
perasaan anda
2.
Pisahkan
perasaan pribadi anda
3.
Hindari
untuk mencari maslah klien yang bukan masalah anda
4.
Jangna
pernah memberikan masalah anda kepada klien dll.
Isu etika dalam penggunaan sentuhan harus secara tepat dan klinis yakni
1.
Klien
ingin menyentuh dan disentuh
2.
Tujuan
dari sentuhan jelas
3.
Sentuhan
tersebut jelas ditujukan demi kepentingan klien
4.
Klien
memahami konsep penguatan dan telah menunkukkan kemampuan untuk menggunakan
konsep ini dalam terapi
5.
Terapis
memiliki dasar pengetahuan cukup tentang pengaruh penggunaan sentuhan
6.
Batasan
yang mengatur penggunaan sentuhan jelas dipahami oleh klien dan terapis
7.
Cukup
waktu untuk tetap berada dalam sesi terapi untuk memproses interaksi sentuhan
8.
Hubungan
terapis-klien berkembang dengan cukup
9.
Sentuhan
dapat ditawarkan kepada semua tipe klien
10.
Konsultasi/Supervisi
tersedia dan dapat digunakan
11.
Terapis
merasa nyaman dengan sentuhan
Dan sangat tidak
disarankan secara klinis menggunakan sentuhan ketika :
1.
Focus
dari terapis tersebut melibatkan kandungan seksual yang berkaitan dengan
sentuhan
2.
Adanya
risiko kekerasan
3.
Sentuhan
tersebut terjadi secara sembunyi-sembunyi
4.
Terapis
dll.
BAB III
KESIMPULAN
Nilai para
konselor juga mempengaruhi nilai yang dipegang oleh klien. Jadi nilai dalam
konseling yakni : keyakinan kuat bahwa suatu kondisi akhir adalahsesuatu yang
bisa diterima.Sedangkan nilai dari konselor mempengaruhi nilaiyang dipegang
oleh konseli.
Kitchener
(1984) mengidentifikasi empat level pemikiran moral yang dijadikan sandaran
oleh konselor. Yakni intuisi personal, panduan etik yang dibakukan oleh
organisasi profesi, prinsip etik, dan teori umum tindakan moral.
Aplikasi kode
moraldalam praktik konseling menekankan lima daerah kesulitan utama yakni bagi
siapa konselor yang dianggap accountable, persuasi aktif dan tantangan,
eksistensi peran ganda, pelecehan dan eeksploitasi klien, isu yang berkenaan
dengan sentuhan.
DAFTAR PUSTAKA
John McLEOD. Pengantar konseling teori study kasus , Jakarta
kencana 2010 cet ke 3
Simanjuntak julianto, perlengkapan seorang konselor,
Jakarta: layanan konseling keluarga 2007
[1] John McLEOD.
Pengantar konseling teori study kasus , Jakarta kencana 2010 cet ke 3 hal 429
[2]
Simanjuntak julianto, perlengkapan seorang konselor, Jakarta: layanan konseling
keluarga 2007 hlm 389-399
[3] John McLEOD.
Pengantar konseling teori study kasus , Jakarta kencana 2010 cet ke 3 hal 440
[4] John McLEOD.
Pengantar konseling teori study kasus , Jakarta kencana 2010 cet ke 3 hal 430
Tidak ada komentar:
Posting Komentar