mouse

Multicursor - Busy

Sabtu, 25 Oktober 2014

Pendidikan dan Supervisi dalam Konseling



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada dua dekade terakhir di Inggris dan Eropa, profesionalisai konselingtelah mendapat peningkatan perhatian dalam penyediaan pelatihan dan supervisi. Di Amerika Utara sebagian besar proses ini terjadi pada tahun 1950-an.
Terlepas dari tumbuhnya jumlah pendidikan, relatif sedikit riset yang dilaksanakan untuk menyokong peserta pendidikan konseling dan tutornya dalam kinerja mereka. Akan tetapi, pendidikan konselor tetap menjadi area tertinggal untuk riset dan pembelajaran. Bahkan pengetahuan yang didapat pelatih dan pengajar dari pengalaman pribadi maupun professional jarang sekali ditulis.
Terdapat beberapa materi dan model pendekatan yang dilakukan dalam pendidikan konselor.Dalam pendidikan konseling juga sangat diperlukan supervisi, sehingga pekerjaan konselor dapat berjalan secara efektif.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kecenderungan historis dalam pendidikan konselor?
2.      Apa saja elemen kunci dalam pendidikan konselor?
3.      Apa saja isu dan dilema dalam pendidikan konselor?
4.      Apa pengertian supervisi dalam pendidikan konselor?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui kecenderungan historis dalam pendidikan konselor.
2.      Untuk mengetahui elemen kunci dalam pendidikan konselor.
3.      Untuk mengetahui isu dan dilema dalam pendidikan konselor.
4.      Untuk mengetahui supervisi dalam pendidikan konselor.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kecenderungan Historis dalam Pendidikan Konselor
Berbicara tentang pendidikan konselor, tidak akan terlepas dari pendidikan psikoterapi dan psikoanalisis. Media pendidikan utama bagi psikoanalisis adalah pendidikan analisis.Pada masa pelatihan, mereka dapat melaksanakan latihan analisis dengan satu atau lebih analis. Pendidikan analisis dianggap sebagai satu-satunya cara di mana para analis dapat belajar tentang psikoanalisis dalam arti yang sebenarnya, meskipun pada akhirnya seminar-seminar teoretis, diskusi kasus, dan observasi anak ditambahkan dalam program pendidikan psikoanalitik pada banyak institut.
Selanjutnya, munculnya terapi client centred pada tahun 1940 dan 1950-an, juga memberikan serangkaian ide tentang bagaimana cara melatih seorang konselor. Terapi client centred merupakanterapiyang bertujuan untukmencapai kemandirian dan integrasi diri. Selain itu terapi client centred bertujuan untuk membantu klien menemukan konsep dirinya yang lebih positif lewat komunikasi konseling, dimana konselor mendudukan klien sebagai orang yang berharga, orang yang penting, dan orang yang memiliki potensi positif dengan penerimaan tanpa syarat (unconditional person regard) yaitu menerima klien apa adanya.[1]
Berdasarkan terapi client centredtersebut, para siswa mempraktikkan keterampilan konseling kepada orang lain. Kemudian para siswa juga diajak untuk menonton sebuah rekaman dan menganalisisnya. Fase perkembangan pendekatan pendidikan konselor ini menghadirkan pendekatan yang lebih terbuka dan multisisi terhadap teknik pembelajarannya.
Sepanjang tahun 1960 dan 1970-an, inovasi utama dalam pendidikan konselor terdiri dari pengenalan pendidikan keterampilan terstruktur. Pendidikan keterampilan terstrukur ini tidak hanya digunakan dalam pendidikan konselor saja, akan tetapi juga digunakan dalam konteks pendidikan keterampilan yang didesain untuk memberikan pertolongan ataupun pelayanan seperti guru dan perawat. Semua model dalam pendidikan terstruktur ini mengandung materi pendidikan yang terstruktur dengan hati-hati, baik dalam bentuk handout, latihan, dan video demonstrasi yang akan membawa peserta pelatihan melalui program standar untuk mempelajari keterampilan konseling tertentu. Dan perkembangan terbaru dalam pendidikan konselor adalah lebih banyak memerhatikan peran supervisi dan terapi personal dalam program pendidikan.[2]

B.     Elemen Kunci dalam Pendidikan Konselor
Munculnya berbagai ide serta pendekatan yang digunakan dalam pendidikan konselor, sangat berpengaruh terhadap elemen apa saja yang harus disajikan di dalam pendidikan konselor tersebut.Dari beberapa elemen yang ada, terkadang terdapat suatu elemen yang lebih ditekankan daripada yang lainnya. Berikut merupakan elemen-elemen yang setidaknya terdapat dalam pendidikan konselor:[3]
1.      Kerangka Teoritis
Pendidikan konselor harus dilengkapi dengan perspektif teoritis sebagai alat untuk memahami cara kerja mereka dalam menangani klien.Komponen teori dalam pendidikan konselor juga bermacam-macam, termasuk teori konseling, teori sosiologi dasar dalam bidang psikologi perkembangan, perilaku interpersonal, dan lain sebagainya. Akan tetapi terdapat tantangan dalam pembelajaran teoritis ini, karena sudah menjadi kesadaran umum bahwa seseorang itu tidak cukup hanya dengan mengetahui tentang teori, tetapi juga harus mampu mengaplikasikannya dalam sebuah praktik, sehingga teori yang sudah dipelajari dapat digunakan untuk memahami dan menangani sang klien dengan baik.

2.      Keterampilan Konseling
Konsep keterampilan konseling yang diajarkan mengacu pada serangkaian perilaku konselor yang dilakukan untuk merespons perilaku sang klien. Terdapat sejumlah keterampilan konseling yang dikembangkan.[4] Dan tiga pendekatan yang paling banyak digunakan adalah:
a.       Pendekatan Human Resource Development
b.      Pendekatan Microcounselling
c.       Pendekatan Interpersonal Process Recall
Keterampilan dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor agar tujuan tahapan konseling ini dapat tercapai adalah:
a.       Mengubah keragu-raguan klien dengan mengembangkan tata ormasi dan iklim hubungan konseling awal.
b.      Penstrukturan konseling, terutama bilamana klien datang bukan atas inisiatif sendiri, tetapi atas permintaan orang tua, guru, wali kelas atau kepala sekolah.
c.       Mengumpulkan informasi tentang klien dengan mendasarkan pada bobot masalah yang dihadapi oleh klien dan bantuan yang dibutuhkan/diperlukannya.
d.      Penampilan dalam pertemuan awal, dalam arti penampilan konselor dalam menerima kehadiran klien serta menciptakan iklim komunikasi yang menyenangkan klien.
e.       Attentif/attending behavior, untuk menciptakan suasana tenteram dan klien merasa dihargai, diterima, dan diperhatikan
f.       Bertanya, agar konseling dapat belangsung. Bertanya merupakan salah satu keterampilan dasar konseling utama   mengingat bahwa konseling dilaksanakan dengan wawancara atau tanya jawab antara konselor dan klien.
g.      Menggunakan penguat atau dorongan minimal, agar klien secara terbuka dan berlanjut mengeluarkan/berceritera tentang permasalahan dan apa yang dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki terkait dengan permasalahan yang dihadapi dan harapan penyelesaiannya.[5]
3.      Menangani Diri
Nilai penting dalam pendidikan konselor adalah pengetahuan diri serta kesadaran diri pada diri konselor tersebut. Kesadaran diri sangat dibutuhkan, karena dengan kesadaran diri tersebut memungkinkan seorang konselor untuk dapat bertahan tanpa harus mengalami terlebih dahulu masalah-masalah yang dihadapi sang klien. Di samping itu, dengan kesadaran diri, seorang konselor dapat membagi rasa tsakit, takut, dan putus asa sang klien dengan rasa empati yang telah ia berikan.
Ketika seorang klien mengadu tentang masalahnya kepada orang biasa (bukan konselor), kebanyakan mereka menolak penderitaan emosional batin yang diceritakan kepada mereka. Sebagai konselor yang baik dan kompeten, tidak bisa melakukan penolakan tersebut, akan tetapi harus mencari cara agar bisa merasa larut dalam kepedihan sang klien dan selalu memberikan motivasi kepada klien agar bisa segera lepas atau bangkit dari kepedihan tersebut.
Pendidikan konseling yang terpengaruh oleh pendekatan psikodinamik beranggapan bahwa dalam dunia pendidikan konselor harus diadakan terapi personal.alasan yang mendasari diadakannya terapi personal tersebut adalah karena terapi personal dapat memberikan pengalamn dan memungkinkan observasi langsung terhadap terapis yang sedang berlangsung. Selain itu, dengan pengalaman terapi personal dalam pendidikan, dapat membantu meyakinkan sentralitas penerimaan terhadap klien. Sebab, konseling merupakan proses pembelajaran tempat di mana konselor dan sang klien saling berpartisipasi.
Pendekatan lain dalam menangani diri yang sering disertakan dalam banyak pendidikan adalah kerja eksperemensial dalam kelompok. Bekerja dalam suatu kelompok yang kecil juga memungkinkan konselor untuk mengidentifikasikan serta menjelaskan nilai yang menginformasikan pendekatan mereka terhadap klien.
Catatan dan jurnal pembelajaran personal juga digunakan dalam beberapa pendidikan untuk memfatilisasi pembelajaran personal dan untuk menyimpan aplikasi pembelajaran dalam praktik. Catatan maupun jurnal tersebut sangat membantu transfer pembelajaran dan pemahaman di balik pendidikan itu sendiri ke dalam kehidupan peserta didik.
4.      Isu Profesional
Pendidikan konselor juga harus memberikan perhatian yang banyak terhadap berbagai isu professional yang ada.Prinsip praktik etika biasanya memperoleh perhatian substansial dalam pendidikan, dan sebagian besar dilakukan melalui pembahasan kasus. Isu lain yang terkandung di dalamnya adalah tentang kekuasaan dan diskriminasi dalam konseling.
5.      Praktik Supervisi
Pada suatu saat, para peserta didik dalam pendidikan konselor pasti akan dihadapkan dengan klien yang sesungguhnya. Dan sudah menjadi hal yang mendasar bahwa pesrta didik tersebut harus terlibat dalam beberapa praktik yang diawasi, untuk memberikan kesempatan kepada mereka mengaplikasikan ketrampilan konseling beserta konsepnya.
Penyampaian supervisi kepada peserta didik dapat dilakukan dengan bertemu  langsung dengan supervisor secara individu maupun kelompok.
Terdapat beberapa hambatan yang menyulitkan pencapaian supervisi yang efektif.Diantaranya adalah rasa cemas serta ketergantungan yang dirasakan oleh sebagian besar peserta didik ketika pertama kali dihadapkan dengan klien.Selain itu, para peserta didik cenderung tidak terbuka dengan supervisor mereka, padahal para supervisor tersebut sangat berpengaruh terhadap kelulusan mereka.



C.    Isu dan Dilema dalam Pendidikan Konselor
Walaupun dapat dikatakan bahwa terdapat kesepakatan terhadap bentuk dan outlineumum pendidikan konselor, akan tetapi konsesus ini seharusnya tidak menutupi fakta bahwa di sana terdapat banyak dilema dan isu yang harus dipecahkan.Dalam kerangka isu yang muncul, terdapat dua dilema yang paling umum yaitu masalah keseimbangan dan waktu.
Dalam pendidikan konselor selalu terdapat pilihan sulit yang harus dibuat sehubungan dengan seberapa banyak penekan yang harus diberikan pada elemen pendidikan tertentu dibandingkan dengan elemen-elemen pendidikan yang lain. Dilema lain yang berhubungan dengan waktu adalah proses pengembangan konselor membutuhkan waktu yang banyak, karena untuk menjadi konselor yang kompeten harus mampu memadukan antara teori dan keterampilan konseling yang telah mereka pelajari.[6]
Mengenai isu yang harus diperhatikan dalam pendidikan konselor diantaranya adalah:
1.      Pemilihan Pelatih
Tidak banyak riset yang berhubungan dengan seleksi pelamar untuk menjadi pengajar dalam sebuah lembaga pendidikan konseling dan psikoterapi.Banyak lembaga pendidikan yang hanya sekedar mewawancarai para pelamar tersebut, dan wawancara yang dilakukan cenderung tidak terstruktur, sehingga hasil yang diperoleh tidak cukup baik.
Seiring dengan berjalannya waktu, seleksi yang dilakukan tidak lagi dengan sekedar mewawancarai dan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Para pelamar harus melalui prosedur penilaian, dimana mereka diwawancarai dengan beragam topik oleh beberapa orang berbeda, diobservasi dalam sebuah kelompok diskusi, mereka juga diminta untuk menyelesaikan tes yang berhubungan dengan personalitas, kecerdasan, dan tak lupa tentang kemampuan konselingnya. Prosedur ini membuat seelektor mempunyai rentang indikator potensi konseling, sehingga bisa lebih diandalkan kevalidannya dibandingkan dengan wawancara kilat biasa.
2.      Penilaian Terhadap Kompetensi Konselor
Penilaian terhadap kompetensi untuk berpraktik sebagai seorang konselor menghadirkan serangkaian isu sulit lainnya. Metode yang digunakan oleh lembaga pendidikan untuk mengukur kompetensi konselor, memiliki implikasi penting bagi kualitas servis yang diterima oleh klien.
Terdapat banyak sumber serta teknik untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam lembaga pendidikan. Informasi yang berhubungan dengan kompetensi seorang konselor dalam pendidikannya dapat dikumpulkan dari para pelatih, supervisor, maupun para pengujinya. Di samping itu, teman dekat juga dapat dijadikan sumber penilaian, karena sering kali para siswa dalam suatu lembaga pendidikan menjadi klien bagi siswa yang lain.
Teknik yang digunakan untuk mendapat informasi tentang keterampilan dan kompetensi seorang konselor juga beragam, yang paling sering digunakan adalah:
a.       Kuesioner dan skala perangkat
Meski kuesioner terlihat mengukur karakteristik konselor yang relevan seperti rasa empati, akan tetapi tidak terdapat data yang valid untuk mengukur seberapa tinggi sebuah nilai akan dinyatakan “cukup baik”.
b.      Rekaman video atau kaset ketika menghadapi klien
Penggunaan rekaman dalam penilaian konselor mempunyai beberapa masalah, termasuk sadarnya peserta didik bahwa dirinya sedang direkam, kurangnya informasi proses internal, dan pertanyaan apakah rekaman yang singkat dapat merepresentasikan pendekatan konselor secara umum.
c.       Mempelajari jurnal atau diari
Mempelajari jurnal sering digunakan untuk mengevaluasi perkembangan peserta didik serta aplikasi pembelajaran dalam sebuah praktik. Akan tetapi jurnal hanya dapat mempresentasikan pandangan siswa, dan tidak semua peserta didik mempunyai keterampilan menulis, sehingga tidak adil jika penilaian dilakukan melalui media ini.
d.      Melakukan ujian dan tes
Ujian dan tes sudah digunakan pada hampir semua lembaga pendidikan, apalagi pada lembaga pendidikan yang sudah baku. Akan tetapi teknik ini hanya menilai pengetahuan kognitif saja, yang bisa atau tidak bisa diasosiasikan dengan efektivitas klien.
e.       Simulasi komputer
Simulasi komputer tentang pola masalah klien yang digunakan untuk menilai keterampilan konselor dalam peembuatan keputusan klinik dan formulasi kasus.

D.    Supervisi dalam Pendidikan Konselor
Secara etimologi supervisi berasal dari kata “super” dan “visi” yang mengandung arti melihat, meninjau serta menilai.Sedangkan secara Terminologi supervisi adalah bantuan berbentuk pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik.Sedangkan supervisi dalam pendidikan konselor dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu seorang konselor dalam melaksanakan pekerjaannya agar bisa berjalan secara efektif.[7]
Supervisi adalah salah satu elemen penting dalam perkembangan konselor.Supervisi dalam konseling bukan semata-mata peran manajemen, dimana seorang pengawas memberikan direksi dan mengalokasikan tugas, akan tetapi supervisi bertujuan untuk membantu seorang konselor untuk menangani pasiennya secara profesional dan seefektif mungkin.Supervisi bimbingan dan koseling  merupakan satu relasi antara supervisor dan konselor (supervisee) dimana supervisor (konselor senior) memberi dukungan dan bantuan untuk meningkatkan mutu kinerja profesional supervisee. titik pada satu prinsip yang mengakui setiap manusia itu mempunyai potensi untuk berkembang.[8]
Menurut Hawkins dan Shohet (1989) fungsi utama supervisi dalam konseling ada tiga :
1.      Edukasional
Bertujuan memberikan kesempatan bagi seorang konselor untuk mengembangkan pemahaman baru dan menerima informasi baru.
2.      Suportivitas Peran Supervisi
Memberi bantuan berupa dukungan kepada konselor, di mana ketika menghadapi klien sering mendapatkan tekanan dan kesulitan.
Konselor dapat membagi dilema mereka dan memvalidasi kinerja kerja  merekaketika menghadapi klien.
3.      Dimensi Manajemen Supervisi
Memastikan kualitas kerja dan membantu seorang konselor untuk membuat rencana kerja dengan memanfaatkan sumber yang ada.
Ada beberapa macam format yang berbeda dalam pelaksanaan supervisi.Kesepakatan yang paling umum adalah membuat kontrak sesi individual selama beberapa waktu dengan orang yang sama atau bisa juga disebut supervisi inividu. Cara penanganan pendekatan ini adalah menggunakan konsultan berbeda untuk mengeksplorasi isu tertentu.keunggulan supervisi individual ini adalah konsultan khusus dapat memiliki pengalaman yang mendalam dalam bidang tersebut. Dan supervisi individual reguler ini memfasilitasi perkembangan hubungan kerja yang baik antara supervisor dan yang diawasi.kemungkinan yang lain adalah supervisi kelompok, dimana kelompok kecil sebagai subjek supervisi bertemu dengan supervisor. Salah satunya adalah kelompok supervisi teman sebaya yaitu sebuah pertemuan kelompok konselor untuk terlibat dalam supervisi antara satu sama lain, tanpa harus ada pemimpin atau konsultan.Supervisi kelompok memungkinkan konselor untuk belajar dari kasus dan isu yang dipresentasikan oleh kolega.akan tetapi, dalam format supervisi kelompok ini terdapat masalah mempertahankan kerahasiaan dalam dinamika kelompok.pemilihan model supervisi tergantung dari faktor-faktor tertentu.
Proses supervisi sangat bergantung pada kualitas informasi yang dibawa oleh pengawas kedalam setting supervisi. Dryden dan Thorne berpendapat bahwa apabila yang menjadi objek supervisi adalah keterampilan yang digunakan oleh konselor, maka pengawas harus mendapatkan data aktual dari sesi.data-data ini bisa diperoleh dari catatan detail proses yang ditulis setelah sesi. tapi dalam situasi tertentu, supervisor dapat juga melakukan observasi langsung penanganan klien yang dilakukan oleh mereka yang diawasi.
Salah satu permasalahan supervisi yang mendasar adalah menentukan apa yang bermanfaat untuk didiskusikan. secara potensial, yang diawasi mungkin membutuhkan eksplorasi terhadap pemahamannya tentang klien, perasaan yang dirasakan sebagai reaksi terhadap klien, teknik yang berbeda dalam menghadapi masalah klien. Dalam masalah ini Hawkins dan Shohet membangun model supervisi yang berguna untuk menjelaskan beberapa isu, antara lain:
1.      Refleksi terhadap muatan sesi konseling
2.      Eksplorasi teknik dan strategi yang digunakan oleh konselor
3.      Eksplorasi hubungan terapeutik
4.      Perasaan konselor terhadap klien
5.      Apa yang terjadi antara supervisor dan yang diawasi
6.      Counter-transference supervisor
Menurut Hawkins dan Shohet supervisi yang baik akan bergerak diantara semua level diatas.pendekatan yang dapat melengkapi model supervisi diatas adalah “cyclical model” .Cyclical model memberikan perhatian khusus pada penciptaan “ruang reflektif “ sehingga mereka yang diawasi dapat mengeksplorasi dilema yang muncul dari kerja mereka dan juga tugas krusial atau tugas yang sangat sulit dalam mengaplikasikan pemahaman supervisi dalam praktik. untuk itu Page dan Wosket (2001) berpendapat  bahwa kerja supervisi dibagi menjadi lima tahapan yang selalu melingakar:
1.      Membangun perjanjian
Konselor dan supervisor bernegosiasi tentang berbagai hal seperti peraturan, batasan, akuntabilitas, ekspektasi mutual, dan karakteristik alamiah hubungan mereka.
2.      Menyetujui fokus
Konselor dan supervisor menyetujui masalah yang sudah teridentifikasi untuk dieksplorasi sebagai tujuan konselor dan yang diprioritaskan.
3.      Membuat ruang
Memasuki proses refleksi, eksplorasi, pemahaman dan pengetahuan berkenaan dengan isu vokal.
4.      “Jembatan”-membuat hubungan antara supervisi dan praktik
Konsolidasi, setting goal, serta rencana tindakan sebagai cara untuk memutuskan bagaimana dan apa yang dapat dipelajari dari daerah konseling.
5.      Ulasan dan evaluasi
Pengawas dan konselor menilai manfaat penanganan yang telah mereka lakukan, dan memasuki tahap kontrak kembali.
Model supervisi Hawkins dan Shohet (1989-2000) serta Page dan Wosket (2001) pada dasarnya fokus pada apa yang terjadi dalam setting supervisi tunggal.berkenaan dengan cara tahapan perkembanagan konselor terdapat pula proses dalam supervisi yang terjadi dalam waktu yang lebih panjang. dengan keragaman tingkatan pengalaman dan kematangan konselor tentu membutuhkan supervisi yang beragam pula, maka dari itu sejumlah model telah dikembangkan untuk menggambarkan jalur perkembangan ini. Salah satudari model tersebut adalah model pengembangan identitas profesional yang dirancang oleh Friedman dan Kaslow :
1.      Kegembiraan dan kegelisahan antisipatoris
Fase yang menggambarkan periode sebelum konselor menemui klien pertamanya.Tugas pengawas dalam fase ini adalah memberikan bimbingan dan keamanan bagi konselor.
2.      Ketergantungan dan identifikasi
Fase ini dimulai ketika konselor mulai menangani klien.pada fase ini konselor biasanya masih merasa tergantung pada pengawas karena mengganggap pengawas memiliki semua jawaban yang tidak ia ketahui
3.      Aktifitas dan ketergantungan berkesinambungan
Dalam fase ini konselor mengalami kesadaran bahwa ia bisa memengaruhi klien
4.      “Hidup” dan mengambil alih
Fase ke empat ini ditandai dengan kesadaran peserta didik bahwa ia benar-benar seorang terapis. setelah mendapat cukup banyak pengalaman dalam menangani klien dan memiliki pengetahuan yang luas terhadap bidangnya seorang konselor secara aktif mulai membuat koneksi antara teori dan praktik.
5.      Identitas dan independen
Tahap ini dianggap sebagai tahap kematangan profesional karena ketika konselor telah mampu mengekspresikan berbagai pilihan yang berbeda.pada tahap ini konselor sering tertarik menghilangkan supervisi dari orang lain yang berada dalam tahap yang sama.
6.      Tenang dan bertanggung jawab
Pada tahap ini konselor telah mendapat pemahaman yang kuat tentang identitas profesional dan keyakinan aka kompetensinya
Proses yang terlibat dalam pembentukan identitas profesional memiliki konsekuensi fokus supervisi yang berbeda dengan tahap sebelumnya.melalui proses supervisi ini dapat bahwa kualitas supervisi antara pengawas dan yang diawasi sangat penting. Menurut Charny kemungkinan terbesar dalam pengawasan terdapat pada apa yang terlintas dalam hati, pikiran, dan tubuh terapis yang berkaitan dengan kasus yang diberikan. Sebagaimana yang terjadi dalam konseling kebebasan memilih penolong atau konselor yang tepat.Sensivitas pada isu yang ditemukan dalam banyak supervisi efektif dapat mengarah pada bahaya terlewatinya batasan yang memisahkan supervisi dari terapi yang sebenarnya.maka dari itu peran supervisi dalam pendidikan dan perkembangan konselor sangat erat kaitannya dengan isu bagaimana dan kapan menstruktur terapi personal konselor atau menangani diri sendiri.[9]


BAB III
PENUTUP
Simpulan
1.      Lahirnya pendidikan konselor tidak bisa terlepas dari pendidikan psikoanalisis. Selanjutnya ide untuk melatih para konselor terbantu dengan munculnya terapi client centred. Daninovasi utama dalam pendidikan konselor terdiri dari pengenalan pendidikan keterampilan terstruktur.
2.      Elemen-elemen yang biasa terdapat dalam pendidikan konselor adalah:
a.       Kerangka Teoritis
b.      Keterampilan Konseling
c.       Menangani Diri
d.      Isu Profesional
e.       Praktik Supervisi
3.      Terdapat dua dilema yang paling umum dalam pendidikan konselor yaitu masalah keseimbangandan waktu.Mengenai isu yang harus diperhatikan dalam pendidikan konselor diantaranya adalah:
a.       Pemilihan Pelatih
b.      Penilaian Terhadap Kompetensi Konselor
4.      Secara etimologi supervisi berasal dari kata “super” dan “visi” yang mengandung arti melihat, meninjau serta menilai. Supervisi dalam pendidikan konselor dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu seorang konselor dalam melaksanakan pekerjaannya agar bisa berjalan secara efektif.





DAFTAR PUSTAKA
McLEOD, John, (2010).Pengantar Konseling “teori dan kasus”, cet.3, (Jakarta: Kencana

_____, (2013). Model-model Konseling, http://ndesdesi.wordpress.com. Diakses pada 23 Nopember 2013.

_____, (2013).Tugas Supervisi Pendidikan, http://www.slideshare.net.  Diakses pada 26 Nopember 2013.

_____, (2013).Tahapan dan Keterampilan Dasar Konseling, http://himcyoo.wordpress.com. Diakses pada 26 Nopember 2013.
                                                    


[1] _____ , Model-model Konseling, http://ndesdesi.wordpress.com, 28 April 2013. Diakses pada 23 Nopember 2013.
[2] McLEOD, John, Pengantar Konseling “teori dan kasus”, cet.3, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 556.
[3] McLEOD, John..., hal. 557.
[4]McLEOD, John..., hal. 558
[5]_____, Tahapan dan Keterampilan Dasar Konseling, http://himcyoo.wordpress.com, 05 Juni 2013. Diakses pada 26 Nopember 2013.
[6]McLEOD, John..., hal. 564.
[7]_____, Tugas Supervisi Pendidikan, http://www.slideshare.net, 10 Januari 2013.  Diakses pada 26 Nopember 2013.
[8]McLEOD, John..., hal. 568.
[9]McLEOD, John..., hal. 572.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar